Thursday, April 5, 2007

Sekarga Minta BPK Audit Garuda


Sekarga Minta BPK Audit Garuda
Jakarta - Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia (Sekarga) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigasi terhadap PT Garuda Indonesia (Persero), tidak sekadar audit operasional.
Permintaan itu untuk mengetahui secara lengkap kondisi keuangan Garuda sebelum pemerintah mencairkan surat jaminan (undertaking letter) untuk menyelamatkan Garuda. Sekjen Sekarga Ahmad Irfan mengungkapkan hal itu usai bertemu Komisi VI DPR di Jakarta, Senin (13/3). Menurut Irfan, krisis keuangan yang menimpa Garuda hanya dibebankan kepada masa lalu yang tak jelas kapan dan siapa yang bertanggung jawab.
Sementara itu direksi baru dapat meminta suntikan dana pemerintah.“Dengan audit tersebut, pemerintah bisa mengetahui secara pasti pertanggungjawaban perlu tidaknya injeksi dana kepada Garuda yang saat ini diketahui mengalami krisis keuangan.Tapi kami minta sebelum audit investigasi BPK dilakukan, pemerintah harus lakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dulu,” ujar Ahmad Irfan.Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Lili Asdjudiredja menyatakan pihaknya siap mengakomodasi permintaan Sekarga agar dilakukan audit khusus kepada manajemen Garuda. Ia berjanji dalam waktu dekat akan ada pertemuan dengan Menneg BUMN dan Garuda.
Surat Jaminan Sebelumnya, Departemen Keuangan (Depkeu) akan mempersiapkan kembali undertaking letter dari pemerintah untuk menyelamatkan PT Garuda Indonesia dan PT Merpati Nusantara Airlines. Hal itu merupakan salah satu kesimpulan Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Menneg BUMN Sugiharto di Jakarta, Senin (13/3).Menurut Sugiharto, dalam menyelamatkan Garuda, pemerintah mempersiapkan dua alternatif penyelesaian, yakni menyuntik dana sebesar US$ 250 juta dan membentuk semacam perusahaan khusus (special purpose vehicle/SPV) untuk mengambil alih utang Garuda sebesar US$ 644 juta. Sugiharto menambahkan pembayaran utang US$ 250 juta dari APBN akan dijadikan sebagai penyertaan modal pemerintah di Garuda.“Saya belum bisa menyimpulkan dananya dari mana, tetapi pola ini menjadi salah satu opsi penyelematan Garuda,” kata Sugiharto.Ia mengakui dalam jangka pendek tidak dimungkinkan dibiayai melalui APBN-P, sehingga satu-satunya yang mungkin dilakukan adalah dukungan non-cash (non-APBN), yaitu dengan adanya undertaking letters. Sugiharto mengaku belum mengetahui bentuk dukungan non-APBN ini, karena akan didesain dalam satu minggu ini.Sementara itu, Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar menjelaskan dalam jangka pendek pihaknya akan menyelesaikan masalah likuiditas Garuda. Baru kemudian melakukan restrukturisasi dengan membentuk SPV. Saat ini Garuda dalam kondisi default (gagal bayar) US$ 56,7 juta kepada kreditor yang jatuh tempo pada 31 Desember 2005. Selain itu, Garuda juga memiliki utang kepada para pemasok per Februari 2006 sebesar US$ 95 juta, di mana yang 94 persen atau US$ 88,8 juta telah jatuh tempo. (ant)



Copyright © Sinar Harapan 2003

Karyawan Tuntut Direksi Rukindo Diganti

Rabu, 14 Desember 2005 11:53 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Sekitar 100 karyawan PT Pengerukan Indonesia (Rukindo) unjuk rasa di depan kantor Kementerian BUMN. Mereka menuntut agar jajaran direksi diganti karena tidak mampu mengelola perusahaan.
Menurut serikat pekerja, ketidakmampuan direksi dalam mengelola perusahaan menyebabkan kondisi perusahaan menjadi tambah buruk. "Bahkan dapat dikatakan sudah kolaps dan mengarah kepada likuidasi dan pailit," kata Ketua Serikat Pekerja, Supriadi, Rabu (14/12). Hingga triwulan ke tiga 2005, Rukindo rugi sebesar Rp 43 miliar. Padahal target kerja 2005, perusahaan diharapkan membukukan keuntungan Rp 15 miliar. Diperkirakan hingga akhir tahun ini Rukindo rugi Rp 50 miliar. "Ini merupakan kerugian terbesar sejak berdirinya perusahaan," ujar Supriadi.
Selain pencapaian kerja yang tidak memenuhi target, serikat pekerja juga memaparkan bahwa perusahaan tidak membayar asuransi senilai Rp 2 miliar dan dana pensiun Rp 5 miliar. Serikat pekerja juga menentang penyertaan modal BUMN dari PT Pelindo senilai Rp 145 miliar karena direksi dianggap tidak mampu lagi mengelola perusahaan. Tito Sianipar

Kilas balik 2003, perjalanan manajemen PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II

(Press Release) Tantangan, persaingan, tugas dan tanggung jawab PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara akan semakin berat dan menantang di masa-masa mendatang. Bukan hanya itu saja masyarakat pengguna jasa kepelabuhanan pun akan semakin kritis dan tajam, khususnya dalam permintaan terhadap pelayanan jasa kepelabuhanan.Guna memenuhi dan melebih kepuasan para pengguna jasa kepelabuhanan tersebut, berbagai program kerja manajemen (Persero) Pelabuhan Indonesia II yang telah dihasilkan sepanjang tahun 2003 guna memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan sesuai dengan keinginan pelanggan.Inilah potret manajemen yang dihasilkan sepanjang tahun 2003 mulai dari Musyawarah Pusat SPPI-II;
kunjungan Kerja Menteri Perhubungan, Agum Gumelar ke lokasi Pelabuhan Internasional Bojonegara; penerapan Port Security di Semenanjung III Pelabuhan Tanjung Priok Kemudian dilanjutkan peroleh 6 cabang pelabuhan dilingkungan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II memperoleh sertifikasi ISO 9002:2000,
serta 18 Serikat Pekerja/Buruh dilingkungan Pelabuhan Tanjung Priok bersepakat untuk membentuk Forum Komunikasi Serikat Pekerja/Buruh Pelabuhan Tanjung Priok ikut mewarnai peristiwa di awal tahun 2003.
Pada pertengahan tahun 2003, manajemen PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II akhirnya berhasil mencapai kesepakatan dengan para kreditur, setelah melalui negosiasi lebih dari 1 tahun. Penandatangan Restructring Agreemenet tersebut merupakan bukti kepercayaan yang besar para kreditur ---yang sebagian besar merupakan kreditur asing— atas kemampuan, kredibilitas dan kinerja Manajemen PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II yang bergerak dibidang jasa kepelabuhanan dalam membayar hutang Indonesia Medium Term Notes (IMTN). Selanjutnya berbagai Kesepakatan Bersama dengan Pemerintah Kota/Daerah/Kabupaten seperti Sambas, Bangka, Ketapang, Palembang dan PT. Pertamina ikut mewarnai perjalanan manajemen PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II guna merespon dan mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah (Otoda), manajemen senantiasa siap menjalin kemitraan yang sinergi dengan para Pemerintah kota/Daerah/Kabupaten sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, menjelang akhir tahun 2003, Sejumlah menteri diantaranya Menko Perokonomian Dorodjatun Koncorojakti dan Menkimpraswil Soenarno dan unsur Pemerintah daerah Propinsi Banten melakukan kunjungan ke lokasi Pelabuhan Bojonegara. Akhirnya 3 Desember 2003, tonggak sejarah kepelabuhanan nasional terjadi dimana Indonesia akan memiliki Deepsea Port yang pertama. Pada tanggal tersebut. Presiden Megawati Soekarno Putri melakukan pemancangan tiang pancang sebagai tanda dimulainya pembangunan Pelabuhan Internasional Bojonegara yang sempat terhenti akibat krisis ekonomi melanda negeri ini.Berikut ini sekilas balik peristiwa dan kejadian penting lainnya yang berhasil diperoleh oleh manajemen PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II yang selama tahun 2003.

Pemberantasan Korupsi di BUMN Belum Terkonsep Jelas


Jakarta–Pemberantasan korupsi yang dilakukan di banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum punya konsep jelas. Pemerintah harus menjabarkan prioritas yang jelas dalam upaya tersebut. Kesan yang timbul kerap kali tudingan korupsi terhadap Direksi BUMN ternyata mengagendakan pergantian pimpinan di sana.
Demikian salah satu hal yang terurai dari seminar "Melawan Kebijakan Tebang Pilih Koruptor BUMN" di Jakarta, Selasa (12/9)."Pemberantasan korupsi di BUMN masih belum jelas. Koruptor BUMN yang diseret ke pengadilan cenderung bertujuan untuk mencopot atau mengganti mereka," kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Arief Poyuono dalam seminar yang juga menghadirkan pakar hukum Bambang Widjayanto, Irjen Pol Bibit Rianto MM, dan mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ramelan.Penilaian ini diamini oleh Bambang Widjayanto yang mengakui bahwa pemberantasan korupsi di BUMN hingga saat ini masih belum jelas. Hal itu disebabkan karena pemberantasan korupsi direksi BUMN masih tebang pilih atau diskriminatif."Direksi BUMN yang ditangkap dan diadili sebenarnya melakukan kesalahan korporasi. Artinya, jika ada kebijakan yang bersifat korupsi itu biasanya sudah disetujui oleh dewan komisaris, tapi yang ditahan dan ditangkap hanya direksi sedangkan dewan komisaris atau pengawas dibiarkan," kritik Bambang yang juga mantan Ketua YLBHI.Ia juga menegaskan sebaiknya para koruptor yang tertangkap diharuskan mengembalikan uang kepada negara. Hal ini akan menambah keuangan negara.
Sementara itu, Irjen Pol Bibit Rianto MM dan mantan Jampidsus Ramelan mengungkapkan ketika bertugas sebagai aparat penegak hukum, baik sebagai polisi maupun jaksa, mendapatkan banyak titipan dari atasan ketika sedang menyidik seorang tersangka korupsi. Penyidikan dugaan korupsi selalu mengundang banyak intervensi.Dengan banyaknya kasus korupsi yang tidak pernah selesai ini., Bambang berharap BUMN tidak lagi menjadi sapi perahan. Bibit mengatakan selama ini tidak jelas apakah BUMN ini rugi atau untung. Kalau terus-terusan merugi, ini yang menyebabkan terjadinya korupsi. Tugas para penegak hukumlah agar BUMN tidak terus-menerus merugi. (ant/krisman kaban/maya handhini)




Copyright © Sinar Harapan 2003

SISTIM ANGKUTAN LAUT NASIONAL TERPADU DIDALAM RANGKA

Penulis: M. Harjono Kartohadiprodjo
Mantan Pengusaha Pelayaran

Negara yang berbentuk Kerajaan-kerajaan dan Masyarakat Adat yang berdomisili di pulau-pulau dikawasan Nusantara, bertekad bersama – sama untuk bergabung didalam satu kesatuan negara yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.Keinginan kerajaan-kerajaan dan masyarakat adat itu mau bersatu meleburkan diri didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,adalah karena memahami keinginan para pemuda untuk bersatu sesuai cita-cita yang menjadi keputusan Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Pemerintah Republik Indonesia yang terbentuk pada 17 Agustus 1945 itu harus menerima kenyataan bahwa wilayah Negara Indonesia memiliki arti yang penting dan strategis secara international terutama didalam perdagangan , pertahanan dan pertemuan dari budaya Barat dan Timur. Keadaan tersebut sudah diperhitungkan oleh dunia sejak abad 19 pada waktu Zues Canal mulai dibuka pada tahun 1869 , sehingga wilayah Indonesia yang pada waktu itu diperintah oleh Hindia Belanda merupakan alur pelayaran yang paling singkat dari Samudra Hindia menuju Samudra Pacific dan sebaliknya . Keadaan tersebut bertambah penting setelah Perang Dunia ke 2 , Indonesia merdeka dan menjadi negara kesatuan yang berbentuk kepulauan . Karena perairan Indonesia ini menjadi lalu lintas strategic energy dari Timur Tengah yang merupakan pemasuk 2/3 minyak dunia menuju Jepang,China dan Amerika Serikat. Selain Indonesia memiliki kekayaan alam berupa hasil bumi tropis dan macam-macam tambang termasuk energy.
Melihat kembali sejarah sebelum Indonesia merdeka, pemerintah Hindia Belanda yang merupakan perpanjangan organ koloninya Pemerintah Belanda, menguasai wilayah Nusantara dan menjajah selama 3,5 abad, menerapkan Policy Cultur Stelsel. Membuat perjanjian-perjanjian secara individual dengan kerajaan-kerajaan dan masyarakat adat setempat, dengan tujuan memetik hasil bumi sebanyak-banyaknya, secara monopoli, menguasai prasarana penggerak ekonomi, menjaga kesatuan wilayah politiknya.Perjanjian diplomatik antara kerajaan-kerajaan,masyarakat adat dan VOC/Hindia Belanda dibukukan didalam buku Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum yang terdiri dari enam jilid dan tebal-tebal.(Keterangan dari Prof.DR.A.Lapian dari LIPI)
Lima (5) Perusahaan Dagang (Big Five) dibentuk untuk mengendalikan perdagangannya dan memberikan monopoli perusahaan pelayaran KPM (Koningklijke Paketvaart Maatschappij) mengendalikan prasarana angkutan lautnya. Bahkan KPM dalam sejarah merupakan alat memperluas pengaruh wilayah perdagangan dan perluasan jaringan kekuatan politik Pemerintah Hindia Belanda, bukan semata-mata mencari keuntungan secara commercial tetapi lebih banyak keuntungan politik kolonialnya.
Pemerintah Hindia Belanda yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau dikelilingi sebagian besar lautan (Indonesia sekarang) menempatkan angkutan laut sebagai infrastruktur yang penting sekali, terutama bagi pengaturan logistik, perdagangan export hasil bumi dan politis pemerintahan kolonial secara sentralistis terhadap daerah-daerah adat dan kerajaan-kerajaan yang merupakan koloninya. Pengawasan terhadap daerah lautan koloninya dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui kontrak “Groot Archipel Contract” yang dibuat pada tahun 1821 bahkan sebelum KPM didirikan. Pada buku :ENGINES OF EMPIRE Steanshipping and State Formation in Colonial Indonesia tulisan: J.N.F.M. a’ Compo pada hal 29 mengatakan:
The government navy was set up in 1821 as civil navy. The task of this service, which
underwent repeated reorganization, was to transport persons, money and civil service
correspondence; it was also responsible for combatting smuggling and piracy, providing
convoy services, assisting the police, and supporting war ships on expeditions against the
indland enemy.
Pemerintah Hindia Belanda menyadari sepenuhnya bahwa tanpa angkutan laut yang kuat wilayah jajahannya akan melakukan hubungan sendiri dengan dunia luar. Pemerintah Hindia Belanda tidak dapat menguasai sepenuhnya daerah jajahannya, tanpa monopoli Big Five dan KPM, karena pada waktu itu Hindia Belanda bukanlah suatu negara seutuhnya (belum menjadi negara kepulauan), tetapi suatu pemerintahan koloni yang dihimpun melalui perjanjian-perjanjian, traktat-traktat dengan kerajaan-kerajaan dan masyarakat adat di kawasan Nusantara (ada 120 perjanjian internasional antara Hindia Belanda dengan kerajaan-kerajaan dan masyarakat adat).

Maka tiba saatnya bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah 59 (lima puluh sembilan) tahun merdeka memusatkan perhatian sepenuhnya didalam mengisi kemerdekaan, dengan melaksanakan pembangunan yang disesuaikan dengan kondisi dan habitat wilayah negaranya yang luasnya 5,8 juta km2 terdiri dari 75% wilayah lautan dan 18.000 pulau besar dan kecil untuk memanfaatkan kekayaan yang terkandung di bumi Indonesia bagi kesejahteraan dan kemakmuran bangsanya.
Perjuangan diplomasi para diplomat kita telah membuahkan konsep negara kepulauan (Archipelegic State), diakui oleh United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) pada tahun 1982 yang diratifikasi oleh D.P.R. R.I. dan dituangkan didalam Undang-Undang No.17 tahun 1985, sehingga akibatnya Indonesia diakui oleh dunia internasional sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic State) yang terbesar di dunia yang luasnya 60 kali lebih besar dari sebelum Indonesia merdeka. Dengan diratifikasinya UNCLOS tahun 1982, maka ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam konvensi telah menjadi hukum positif yang harus dipatuhi bangsa Indonesia dan dihormati bangsa-bangsa di dunia dan harus dipertahankan sebagai kedaulatan Negara.

Sudah sepantasnya Bangsa Indonesia yang telah memiliki kemerdekaan dan kedaulatan dari hasil perjuangannya, terutama dengan diakuinya sebagai Archipelagic State, wilayah laut pedalaman (internal sea) dan Zone Economic Exclusive hendaknya menjadi lahan yang harus dimanfaatkan bagi hajat hidup orang banyak dan kemakmuran Bangsa Indonesia. (Territorial Internal water: laut pedalaman diantara pulau-pulau, sampai batas 12 mil laut dari pantai pulau yang terluar; sedangkan Zone Economic Exclusive adalah 200 mil dari batas titik terluar teritori Negara pada waktu air surut).

Walaupun secara tradisional tidak dapat dihindarkan adanya ketentuan-ketentuan yang perlu dipatuhi yaitu Sea Lanes Communication (SLOC). Dimana selat-selat yang strategis dan ramai dilalui kapal–kapal dagang termasuk tanker dan kapal-kapal perang harus tetap terbuka bagi pemakainya. Seperti Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Malaka, Selat Makasar , Selat Timor dsb. Tetapi semua kapal-kapal tersebut harus mematuhi dan menghormati ketentuan-ketentuan azas hak lintas damai atau “the right of innocence passage”. Perlu disadari bahwa 50% lebih muatan angkutan dunia melintasi Laut China Selatan dan tentunya bertumpu pada pintu Selat Malaka dan Selat Sunda. Termasuk commodity strategis seperti muatan minyak dari Timur Tengah yang melintasi perairan Indonesia yang menuju Jepang, China bahkan US West Coast., selain batu bara dan biji besi dari Afrika Selatan. Sehingga penjagaan demi keamanan pencemaran perairan, gangguan keamanan phisik secara politis baik pada kapal-kapal maupun negara kepulauan Indonesia perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh. Pekerjaan semacam ini tidak bisa sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah karena akan memakan biaya tinggi sekali, tetapi perlu dipikirkan membina masyarakat didalam pembinaan territorial seperti kapal-kapal dagang dan penangkap ikan nasional yang biasa beroperasi di perairan tertentu. Pembinaan semacam ini telah dilakukan pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1821, bahkan pelayaran yang tetap dan teratur disubsidi bagi tugas-tugas keamanan dan kepentingan umum.
Padahal negara–negara yang menggunakan alur pelayaran atau sea lanes communication (SLOC) seperti Jepang, China, Amerika Serikat, Taiwan dan Korea sangat sungguh-sungguh memperhatikan alur pelayaran tersebut, mengingat keselamatan barang-barang strategicnya. Demikian pula negara–negara tetangga kita seperti Singapore, Malaysia, Thailand dan Australia selalu merepotkan negara kita didalam penempatan alat pemantau seperti radar dan armada angkutan lautnya .

Pembangunan Negara Indonesia hendaknya disesuaikan dengan kondisi habitat wilayah kepulauan yang kita miliki yang disebut Nusantara. Dengan cara mengelola sumber kekayaan laut termasuk isi buminya dan kekayaan alam yang terdapat di pulau-pulau yang tersebar dipenjuru tanah air . Prasarana angkutan laut dan darat yang terpadu harus diciptakan guna membangkitkan industri yang memberikan peningkatkan nilai tambah sumber kekayaan alam kita dan terciptanya lapangan kerja dan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Kebiasaan menjual kekayaan alam kita yang terdiri dari bahan baku hasil dari tanaman tropis dan hasil tambang hendaknya dihilangkan secara sistimatis guna meningkatkan lapangan kerja bangsa Indonesia.

Bangsa kita pernah menikmati kajayaannya sebagai negara maritim pada jaman Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mojopahit, Kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan, Kerajaan Aceh, Kerajaan Banten dan kerajaan-kerajaan lain sebelum dijajah Belanda. Memiliki armada yang tangguh, kuat dan melakukan pelayaran niaga ke seluruh penjuru kawasan Asia-Pacific dan benua Afrika. Bahkan hancurnya kerajaan-kerajaan tersebut karena diadu domba antara kerajaan atau pertentangan didalam masyarakat adat itu sendiri, dimana penyelesaiannya sering menggunakan penengah Belanda, yang datang dari benua Eropa bertujuan ingin berdagang. Maka diaturlah melalui perjanjian-perjanjian perdagangan internasional yang menguntungkan bagi perdagangannya, terutama didalam menciptakan monopoli perdagangan dan angkutan lautnya yang berakhir dengan penguasaan wilayah Nusantara melalui perjanjian-perjanjian dagang/traktat dengan raja-raja dan kepala adat.

Undang–undang Otonomi Daerah yang sudah lama ditunggu-tunggu masyarakat terutama masyarakat daerah sejak penyerahan kedaulatan dari Pemerintah Belanda, akhirnya diputuskan diberikan kepada Kabupaten. Keputusan memberi otonomi ini merupakan pekerjaan besar hasil reformasi di tanah air kita yang sudah dirintis sejak pemerintahan Presiden Suharto. Bertujuan memberikan hak secara demokratis bagi penduduk daerah setempat untuk mengatur, membangun dan menikmati kekayaan alamnya.

Selain keberagaman adat istiadat, bahasa dan hak ulayat atas tanah adat yang telah ada sejak dulu, merupakan kekayaan asset budaya bangsa Indonesia dan harus tumbuh subur sesuai kemajuan dan dinamika rakyat setempat. Mengingat kondisi daerahnya secara geografis terdiri dari pulau-pulau yang dikelilingi lautan, apabila tidak dilola dengan baik, maka hubungan diantara wilayah-wilayah kepulauan menjadi pudar perekat persatuan kebangsaannya.
Keberadaan pelabuhan-pelabuhan dan stasion-stasion berupa terminal yang dapat menampung kegiatan bongkar muat dan dikelilingi kawasan industri disertai prasarana penunjangnya adalah merupakan landasan kehidupan ekonomi dan terjadinya pencampuran budaya bangsa yang perlu dijaga kelestariannya.
Pada saat ini ada pulau di utara Sulawesi namanya P. Miangas, yang berdekatan dengan negara Philiphina pernah menjadi sengketa antara negara Hindia Belanda dan Amerika Serikat dan diselesaikan pada tahun 1929-1932 di Arbitrase International .karena saling mengakui haknya.
Pemerintah Indonesia dan Philiphina yang sama-sama telah mencapai kemerdekaannya berselisih mengenai batas –batas dari wilayah lautnya , tetapi pihak Philiphina pada akhirnya mengakui karena ada ketentuan-ketentuan didalam UNCLOS 1982 .Sayangnya pulau tersebut secara ekonomis sangat tergantung kepada Philiphina sehingga sebagian rakyatnya merasa orang Philiphina. Apabila tidak ditangani secara sungguh-sungguh maka pulau tersebut warganya lebih merasa orang Philiphina dari pada orang Indonesia. Jadi pelayaran tetap dan teratur kesemua pelosok di tanah air perlu mendapat perhatian, terutama secara politis dan budaya tidak semata-mata secara ekonomis atau profit oriented.

Tetapi pemberian Otonomi Daerah perlu mendapat perhatian yang serius dengan masih berlakunya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tahun 1985. Surat Keputusan Bersama tersebut memberikan kebebasan kapal-kapal asing menyinggahi 144 pelabuhan di Indonesia dengan tujuan memudahkan export non migas dari daerah-daerah di Indonesia. Kemudahan–kemudahan yang diberikan kepada kapal-kapal berbendera asing mempunyai segi positif didalam mengembangkan pendapatan daerah, tetapi memiliki dampak negative secara politis dan budaya yang dapat menuju perpecahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena ketergantungan suatu daerah dari negara asing ataupun negara tetangga. Sedang bentuk komoditi exportnya kebanyakan terdiri dari komoditi barang mentah seperti: karet hasil remilling, batu bara, kayu , minyak kelapa sawit dsb.
Perlu disadari bahwa lapangan kerja justru didalam meningkatkan nilai tambah dari barang-barang mentah yang kita export tersebut. Sedangkan barang yang kita export hanya memberikan lapangan kerja bagi negara pembeli/importir barang mentah. Keadaan ini tidak jauh berbeda dari masa penjajahan, dimana negara penjajah Belanda menikmati hasil bumi yang murah dari Tanah Air kita untuk ditingkatkan nilai tambahnya dan memberikan lapangan kerja bagi bangsa Belanda /Eropa. Keterbukaan pelabuhan bagi kapal asing yang diatur oleh SKB Tiga Menteri tersebut perlu dikaji ulang, setelah dikeluarkannya Undang-undang Otonomi Daerah.

Perlu disadari didalam kemajuan penguasaan teknologi dunia sampai saat ini belum ada alat angkut yang lebih canggih dari angkutan laut guna mengangkut barang-barang didalam jumlah yang besar volumenya (bulk) dan memiliki beban yang berat. Contoh: Angkutan batu bara, biji besi dan minyak mentah yang merupakan komoditi angkutan terbesar didunia hanya dapat diangkut dengan kapal laut. Sehingga Negara Indonesia yang merupakan negara maritim, maka angkutan laut merupakan urat nadi angkutan yang perlu dipelihara dan ditingkatkan semaksimal mungkin daya gunanya.

Untuk memanfaatkan wilayah maritim yang merupakan kekayaan dan asset sarana angkutan laut, maka diperlukan adanya sistim angkutan laut terpadu beserta sarana-sarananya sebagai landasan pembangunan kita.Sarana-sarana yang diperlukan adalah:

(1).Perlu adanya peraturan-peraturan yang menjadi landasan angkutan laut secara
Nasional, perlu dipatuhi diantaranya termasuk peraturan-peraturan seperti :
A.Menyangkut keselamatan pelayaran yaitu ketentuan-ketentuan angkutan laut nasional yang berlaku didunia (internasional) seperti: ketentuan-ketentuan yang diprakasai International Maritime Organization (IMO), yaitu antara lain Safety of Life at Sea Convention tahun 1974 beserta amandemennya yaitu:
a.International Management Code (Chapter IX), menyangkut management keselamatan sesuai Minutes of Meeting di Tokyo. ( Indonesia pada saat ini terkena black list karena tidak mematuhi ketentuan tersebut).
b.International Ship and Port Facilities Security Code (Chapter XI), yang menyangkut security menghadapi teroris. Sampai saat ini Indonesia belum mematuhi sehingga masuk black list yang mengakibatkan Indonesia termasuk black area, dimana kapal-kapal bila memasuki pelabuhan Indonesia bisa diminta untuk menambah biaya asuransi untuk menghadapi bahaya terorisme. Selain beberapa peraturan-peraturan yang perlu dikaji ulang dan dipatuhi oleh perusahaan pelayaran maupun oleh Pemerintah Indonesia.
B.Sistim perpajakan yang dapat memberikan insentip bagi investor kapal dan perusahaan pelayaran, sehingga dapat menggairahkan pelaku investasi dan menciptakan pertumbuhan industri maritim (Contoh: Pemerintah Singapore memberikan beberapa kemudahan didalam investasi perkapalan termasuk pembebasan pajak bagi perusahaan pelayaran dan pendaftaran kepemilikan kapal). Jangan sampai peraturan perpajakan untuk angkutan laut di Singapore tersebut dipakai untuk menarik perusahaan pelayaran Indonesia untuk mendaftarkan kapal-kapalnya di Singapore dan memperkuat armada Singapore untuk masuk dan menikmati muatan-muatan dari Indonesia .
Sudah waktunya Pemerintah Indonesia melakukan strategic policy permasalahan perpajakan guna memperkuat home basenya terutama menghadapi free trade dalam rangka globalisasi pada tahun 2020.
C.Perlu diciptakan sistim aturan yang memberi jaminan hukum bagi yang meminjamkan dana, menggunakan kapal sebagai jaminan pinjamannya (mortgage atau hyphoteek), dapat memberikan rasa keyakinan terhadap pengembalian uang yang dipinjamkan kepada pengusaha kapal. Peraturan berlaku saat ini sesuai ketentuan Kitab Hukum Dagang Indonesia tidak memberikan jaminan bahwa kreditor dapat menyita atau menahan kapal yang dibiayai kreditor apabila terjadi pelanggaran terhadap perjanjian yang disepakati sebelum ada Keputusan Pengadilan. Solusinya diantaranya segera meratifikasi hasil Konvensi Maritime Lience and Mortgage 1993 dan Convention Arrest of Ship untuk segera dijadikan hukum positip berbentuk Undang-Undang .

(2). Perlu diciptakan pasaran bursa muatan dan kapal yang menguasai peta perdagangan (pattern of trade) dan lalu lintas pelayaran seperti BALTIC EXCHANCE di London atau lembaga-lembaga seperti BIPALINDO (Biro Pengapalan Indonesia untuk muatan ekspor dan impor) dan BAPELUMA (Badan Pengendalian Lalu-lintas Muatan Antar Pulau untuk muatan kapal-kapal antar pulau) yang semasa jaman Pemerintahan Presiden Soekarno telah membuktikan meningkatkan cadangan devisa Indonesia, karena penguasaan angkutan ditangani secara baik dan memudahkan pemakai jasa angkutan laut menemukan angkutannya. Sehingga kosentrasi muatan tersebut dapat merupakan kepercayaan kreditor dan jaminan didalam memberikan pinjaman uang guna membangun armada nasional.

Untuk memusatkan perhatian terhadap perkembangan pembangunan pelayaran pada waktu itu, dipandang perlu meningkatkan kedudukan pengawasan/pembinaan pelayaran tersebut setingkat departemen yaitu Departemen Perhubungan Laut.
Pemerintahan Hindia Belanda menganggap angkutan laut dianggap penting fungsinya didalam menjalankan policy pemerintahan maka kedudukan “Raad Voor Het Zeeveroer” dan Dienst van Scheepvaart (Dinas Pelayaran) ditingkatkan kedudukannya menjadi Departemen van Scheepvaart (Departemen Pelayaran).

Tetapi didalam dunia pelayaran tetap berlaku istilah “The ship follow the trade, but the trade will be not successful without the ship (transportation)” apalagi Negara Indonesia ini 75% dikelilingi lautan dan pulau-pulau tersebar seluruh penjuru Negara. Peranan hubungan yang erat antara angkutan laut dan perdagangan selalu terpadu dan saling membutuhkan selain hubungan perdagangan perlu dijalin hubungan dengan industri, pertanian dan pertambangan, karena jumlah muatannya besar diperlukan kapal khusus.

(3). Perlu diciptakan design kapal yang sesuai dengan alam dan alur pelayaran serta muatan yang secara tetap dan teratur diangkut ke dan dari suatu pelabuhan antar pulau. Misalnya: Kapal yang secara tetap dan teratur mengangkut muatan dari pelabuhan Surabaya ke pelabuhan Banjarmasin, perlu diciptakan design kapal yang sesuai dengan alur pelayaran sungai Barito dimana pelabuhan Banjarmasin terletak, sehingga kapal tersebut dapat mengangkut muatannya secara ekonomis dan maksimal (full and down). Perusahaan Pelayaran KPM dahulu memiliki 41 (empat puluh satu) type/design kapal termasuk hekwieler untuk melayani sungai-sungai di Kalimantan dan Sumatra ( hekwieler=kapal dengan roda kincir disampingnya seperti di sungai Missisippi/New Orleans, Amerika Serikat). Dalam sejarah berdirinya KPM, mereka mengalami kerugian selama 25 tahun sejak berdirinya, tetapi setelah dapat diciptakan design kapal yang sesuai dengan alur pelayarannya dan jenis muatannya, maka kerugianpun berangsur-angsur berkurang, karena frekwensi pengoperasian kapal dapat ditingkatkan dan kapalnya telah dapat disesuaikan dengan jumlah muatannya (dalam keadaan full and down). Sehingga efisiensi dapat tercipta secara optimal.
Selain type kapal-kapal regular liner service seperti tersebut diatas, keberadaan kapal khususpun sangat diperlukan bagi mengangkut muatan-muatan khusus seperti kapal muatan cair atau tanker, muatan kapal curah seperti tongkang, kapal khusus untuk mengangkut batubara, pasir, alumina, copper concentrate dan berbagai jenis hasil tambang dan agraria.

Pada saat ini bagi pelayaran antar pulau/nusantara perlu pula dipikirkan pemakaian tongkang/barges bagi angkutan container atau suatu type yang dikenal seperti LASH (Lighter Aboard the Ship) atau menggunakan FLASH (Feeder of LASH) sebagai angkutan sungai atau pedalaman yang memiliki alur pelayaran dengan kedalaman (draft) rendah. Sistim ini sangat baik digunakan bagi daerah-daerah yang memiliki pelabuhan ditepi sungai dan sering mengalami pasang surut yang sangat besar. ( Pelabuhan Jambi, Pakan Baru, Pontianak, Banjarmasin dll.). Pemakai teknologi ini adalah Departeman Pertahanan Amerika Serikat digunakan pada perang Vietnam untuk prngaturan angkutan logistic yang harus melalui sungai-sungai, sedangkan Angkatan Laut Rusia memiliki type yang sejenis tetapi lebih besar dan setiap bargesnya memiliki motor/mesin penggeraknya sendiri nama type kapal ini SEABEE. Kemajuan teknologi angkutan dengan sistim barges berkembang terus dengan tujuan melakukan pesederhanaan sistim dan mencoba menurunkan biaya angkutan didalam persaingan antara perusahaan pelayaran, maka timbul sistim Bacat System atau yang dikenal dengan Straddle Carrier.


Kemajuan teknologi pada dunia pelayaran dapat diterapkan sesuai kebutuhan dan situasi
pelabuhan muat dan bongkar yang menjadi tujuan angkutannya, jadi kita tidak perlu
berpaling pada type yang dimiliki KPM dahulu, dapat pula menggunakan kapal-kapal Roll On
Roll Off atau Semi Container dsb. Penggunaan type kapal tersebut sangat tergantung dari
suatu study kelayakan yang perlu mengikut sertakan data-data dari jumlah angkutannya dan
alur pelayarannya.


(4).Karena pengoperasian kapal-kapal Samudra (Ocean Going) pada saat ini pengoperasiannya menggunakan kapal-kapal container yang berdaya angkut 7.000 TEU (twenty foot equivalent) sampai 10.000 TEU (besar kapalnya 140.000 DWT- 200.000 DWT) dan beroperasi secara point to point operation dalam bentuk consortium yang beranggotakan perusahaan pelayaran dari berbagai kebangsaan. Maka perlu diupayakan masuknya Perusahaan Pelayaran Indonesia sebagai anggota consortium perusahaan pelayaran samudra di pasaran internasional, dengan tujuan supaya pihak pelayaran Indonesia tidak semata-mata menjadi feeder servicenya perusahaan pelayaran asing saja. Indonesia juga memiliki kepentingan didalam mengendalikan barang-barang produk ekspor dan impornya, selain menjaga jaringan perdagangan international (net working). Bentuk kapal dari anggota consortium dapat berupa full container vessel atau roll on roll off ataupun kombinasi dari keduanya, tergantung kesepakatan diantara anggota consortium. Sedangkan untuk muatan khusus diperlukan special carrier (dry cargo, liquid cargo, gas dan car carrier). Diantara perusahaan kapal khusus tersebut sering membuat consortium bekerja sama saling tukar menukar muatan (swapping; exchange of cargo)
Pada saat ini perusahaan pelayaran Indonesia untuk mengangkut muatan ekspor mengandalkan kepada perusahaan pelayaran asing dari Singapore, demikian pula dengan muatan-muatan impor perusahaan pelayaran Indonesia sebagian besar menjemput muatannya di Singapore atau dibawa langsung oleh perusahaan pelayaran asing sampai di pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Sehingga biaya angkut (freight) berupa devisa menjadi kenikmatan perusahaan asing dan menjadi beban pihak Indonesia, terutama bagi proyek-proyek yang dibiayai Pemerintah Asing atau Bank Asing yang memaksakan memakai kapal-kapal negaranya sesuai ketentuan dinegaranya. (American Exim Bank atau PL 480)

Dengan tumbuhnya globalisasi perlu diperhatikan azas-azas dan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam United Nation Convention Code of Conduct for Liner Conferences yang telah disyahkan oleh suatu konperensi diplomacy international yang diseponsori organisasi Conference on Trade and Development (UNCTAD) pada tanggal 6 April 1974. Maksud dilaksanakannya pertemuan tersebut dasarnya mengatur tentang hak yang wajar (fair share) dari negara-negara berkembang untuk berpartisipasi dalam pengangkutan /pelayaran internasional.
Dimasa lalu perusahaan pelayaran Indonesia pernah mempunyai perjanjian-perjanjian dengan perusahaan-perusahaan pelayaran asing dari berbagai bangsa diantaranya berbentuk Shipping Conference. Pengaturan perjanjian pembagian muatan baik secara bilateral (seperti: Japan-Indonesia/Indonesia–Japan Freight Conference; Korea-Indonesia/Indonesia Joint Operation; Indonesia-Singapore/Singapore–Indonesia Joint Operation dsb.), atau pengaturan perjanjian secara multirateral (seperti: Indonesia-Europe/Europe- Indonesia Freight Conference)
Bagi perjanjian bilateral saran azas tersebut diatas sesuai Article 2 ( Participation on Trade) pembagian muatan berbagi 50% : 50% antara kedua negara atau menjadi 40% :40% : 20% bila ada negara ketiga yang secara tradisi sudah masuk didalam perdagangan dikawasan tersebut, contoh: seperti Indonesia-Japan Freight Conference dimana Maersk Line dari Denmark telah lama secara tradidisi telah turut didalam perdagangan antara Japan dan Indonesia, sehingga perusahaan tersebut dimasukkan sebagai negara ketiga.

Didalam pembentukan Code of Conduct for Liner Conference pengambil inisiatip adalah negara-negara berkembang karena banyak kepentingan untuk mendapat bagian bagi muatan kapalnya secara fair share dan tidak mau menjadi ketergantungan Negara maju, sedangkan negara-negara maju berusaha menghambatnya atau berusaha membatalkan konvensi itu. Karena negara-negara maju menyadari bahwa apabila negara-negara berkembang menguasai angkutan lautnya maka ketergantungan negara berkembang terhadap logistik dan perdaganganya tidak menggantungkan pada negara maju.
Dari 72 anggota UNCTAD pada tahun 1974, 7 (tujuh) anggota OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) yang “menentang” adalah: Denmark, Norway, Sweden, Swiss, Finland, Kerajaan Inggris dan Amerika Serikat. Swiss tidak mau terikat kepada ketentuan convensi tersebut mengingat Swiss memilki product terbatas tetapi berkwalitas tinggi dan mahal harganya (cost of living yang tinggi di Swiss), keterikatannya pada convensi mengakibatkan keterbatasannya memilih pengangkut yang murah dan baik. Sedangkan Amerika Serikat menganggap convensi ini bertentangan dengan Peraturan Export Kredit mereka, yang mengharuskan menggunakan kapal dari perusahaan pelayaran Amerika Serikat.Sedangkan 5 anggota OECD yang lain adalah “cross trader “ didalam pelayaran, sehingga keterikatannya dengan convensi tersebut mengakibatkan berkurangnya perdagangan dari perusahaan pelayaran mereka.
Sedangkan 5 (lima) anggota OECD yang “abstain” adalah: Canada, Belanda, Greek, Italia dan New Zealand.
Sedangkan anggota OECD yang “turut memperjuangkan” Code of Conduct for Liner Conference adalah : Australia, Belgia, Jerman Barat, Jepang, Spanyol dan Turki, selain negara-negara sosialis termasuk Uni Sovjet juga turut mensuport Code of Conduct. Jadi mayoritas anggota dari UNTAD pada waktu itu menyetujui diberlakukannya convensi tersebut. (Data diambil buku: Liner Conferences in The Container Age, tulisan: Gunnar K.Sletmo & Ernest W. Williams, Jr dicetak thn. 1981.)

Oleh karena itu tidak heran apabila negara-negara maju menghendaki angkutan laut di Indonesia dikuasai oleh mereka seperti masa penjajahan dahulu. Kurang pahamnya kita terutama para Pejabat Pemerintah dan Pengusahanya, bahwa kita adalah bangsa yang sudah merdeka dan berdaulat, diakui sebagai Negara Kepulauan (Archipalegic State) terbesar didunia perlu memiliki kepekaan dan perhatian terhadap habitat wilayahnya terutama pendayagunaan angkutan laut dalam negeri sebagai alat pemersatu secara ekonomis, budaya dan politis dan angkutan laut samudra (international) sebagai jaringan (net working) hubungan internasional didalam memperluas wawasan perdagangan.

(5). Sumber daya manusia (SDM) bidang kelautan diperlukan tenaga-tenaga yang memiliki kwalitas dan kemampuan mengendalikan teknologi peralatan di kapal sesuai dengan standar tuntutan pasar. Hal ini merupakan kunci keberhasilan dan lancarnya suatu operasi angkutan laut. Selain dapat membuka lapangan kerja dan menambah pengetahuan serta pengalaman dibidang teknologi kelautan, pelaut-pelaut Indonesia dapat bekerja di kapal–kapal perusahaan pelayaran asing, mengingat pelaut-pelaut di negara-negara maju sudah kurang berminat bekerja dilaut, mereka tidak mau meninggalkan sanak keluarganya dalam waktu yang lama, sedangkan pekerjaan di darat bagi pelaut negara maju jauh lebih memberikan kenikamatan bagi kehidupannya.
Untuk menciptakan tenaga-tenaga pelaut yang berkwalitas tinggi diperlukan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Akademi Pelayaran dan kursus-kursus kepelautan yang berkwalitas internasional dan sesuai standar ISO dsb.

(6). Azas (cabotage) yang merupakan bagian dari kedaulatan (sovereignty) negara, harus tetap dipertahankan oleh bangsa Indonesia, seperti halnya negara-negara dunia, seperti: Amerika Serikat, Jepang dan Negara-negara Eropa angkutan niaga pantainya (coastal trade) menjadi wewenang dan kedaulatan Negara yang bersangkutan untuk mengatur angkutan dalam negerinya. Azas Cabotage ini sudah dihormati dan dipatuhi oleh bangsa-bangsa lain sejak dahulu kala. Apalagi Negara Indonesia telah diakui oleh PBB sebagai Archipelagic State.

Dengan Azas Cabotage (bahasa Perancis artinya coasting atau coasting trade) artinya:
a. Angkutan barang antar pulau dan antar pelabuhan di Indonesia (pesisir) merupakan bagian kedaulatan suatu bangsa untuk mengawasi dan melaksanakan pengangkutannya dan pengaturan pelaksanaanya, dalam hal ini merupakan hak dan kewajiban Negara Indonesia untuk mengatur kapal-kapal niaga antar pulaunya. Karena setiap kapal memiliki kebangsaan sebagai identitas pendaftarannya, maka hanya kapal Indonesia saja yang memiliki hak berdagang di teritori negara Indonesia, pengecualian dari ketentuan tersebut hanyalah merupakan suatu dispensasi yang tidak boleh menjadi ketentuan tetap.
b. Tidak ada hak kapal-kapal asing yang beroperasi di wilayah teritori perairan Indonesia melakukan kegiatan-kegiatan apapun tanpa seizin dari Pemerintah Indonesia, ketentuan ini sesuai kedaulatan yang dimiliki Negara Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat.

Dictionary of Shipping Terms yang ditulis oleh Peter R. Brodie, F.I.C.S dari Lloyd’s of London Press Ltd, mengatakan mengenai Cabotage sebagai berikut:
1.coasting trade, that is, the movement of cargos by ship between ports on the same coast or between ports of the same country.
2.reservation of the coasting trade of country to ships operating under the flag of that country.

Jadi Azas Cabotage bukanlah suatu monopoli perdagangan dari suatu negara, tetapi merupakan bagian dari kedaulatan (sovereignty) dari suatu bangsa yang berlaku secara internasional untuk mengatur angkutannya. Ketentuan ini diterapkan pada 47 negara yang memiliki pantai, bahkan Amerika Serikat telah menerapkannya sejak 1789 yang dikuatkan dengan Jones Act tahun 1920, isi ketentuan tersebut diantaranya: angkutan antar pelabuhan pantai dan antar pelabuhan sungai harus dilakukan dengan kapal berbendera Amerika Serikat yang dimiliki, dioperasikan oleh orang atau perusahaan Amerika Serikat, dijalankan oleh awak kapal yang berkebangsaan Amerika Serikat dan kapalnya harus dibuat digalangan Amerika Serikat. Peraturan ini diciptakan bukan saja demi keamanan saja, tetapi juga menyangkut lapangan kerja bagi pelaut-pelaut dan pekerja galangan-galangan kapal di Amerika Serikat, selain ongkos angkutnya menjadi pendapatan dari perusahaan pelayaran Amerika Serikat. Keuntungan penerapan azas cabotage secara ketat di Amerika Serikat dapat memberikan lapangan kerja kepada 124.000 orang dan menciptakan pendapatan bagi lapangan kerja sebesar US$ 4,2 Millyard per tahun, selain itu Pemerintah Amerika Serikat memperoleh pendapatan dari pajak sebesar US$ 1,1 Millyard.

Sedangkan di Indonesia akibat tidak sungguh-sungguh Pemerintah menjalankan Azas Cabotage tersebut pengangkutan laut dalam negeri 45% dikuasai perusahaan pelayaran asing, demikian pula 97% angkutan luar negeri dikuasai pelayaran asing, maka Negara Indonesia kehilangan devisa sebesar US$ 8-9 Millyar per tahun, sedangkan di sektor perikanan Pemerintah mengalami kerugian sebesar US$ 2,5 Millyar per tahun karena pencurian ikan laut (data sesuai Dir.Jen. Perhubungan Laut dan Departemen Kelautan dan Perikanan). Kerugian ini belum termasuk angkutan khusus industri minyak lepas pantai yang menggunakan kapal logistik dan crew boat berbendera asing. Pemerintah Indonesia hanya memperoleh pendapatan pajak dari charter kapal asing, tetapi pendapatan dari sewa kapal tersebut tidak jatuh ketangan perusahaan Indonesia. Pembayaran ongkos angkutan laut yang dinikmati perusahaan pelayaran asing tersebut sebenarnya dapat diinvestasikan kepada pembelian kapal-kapal berbendera Indonesia, karena muatannya memang ada, yang diperlukan adalah penambahan kapal yang dapat dibiayai dengan sistim pendanaan yang sesuai dengan karakter dari perusahaan pelayaran (yang slow yielding investment) dan kesungguhan Pemerintah Indonesia dan pengusahanya meneterapkan azas cabotage dan memiliki kemauan politik ( political will) untuk menjaga jaringan (net working) angkutan ke luar negeri tetap terpelihara bagi kepentingan nasional.
Biaya angkutan termasuk angkutan laut merupakan 20%-30% dari harga barang, tergantung jarak, kecepatan muat dan bongkar di pelabuhan dan penggunaan kapal yang sesuai dengan kebutuhannya.

Di Indonesia telah mengenal peraturan Cabotage sejak Pemerintahan Hindia Belanda, terutama diberikan monopoli kepada KPM yang dicantumkan pada kontrak “Groot Archipel Contract” (Perjanjian Pelayaran Nusantara) yang dimulai sejak tahun 1931 dan berakhir pada 31 Desember 1945 dilanjutkan dengan Indische Scheepvaartwet pada Staadblad 1936 No. 700 (Undang-undang Pelayaran Indonesia tahun 1936, dimana pelayaran pantai merupakan hak dari kapal-kapal berbendera Indonesia (bendera Belanda), dibuat sesuai konvensi Geneva yang diselenggarakan sebelum ketentuan tersebut diberlakukan. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan maka istilah pelayaran pantai dirubah menjadi pelayaran nusantara, sesuai PP No.47/1957 yang berisi penyesuaian Undang-Undang Pelayaran tahun 1936 karena Negara Indonesia menjadi Negara Kesatuan sejak tahun 1945, termasuk didalamnya peraturan mengenai izin pengangkutan laut di Indonesia hanya diizinkan bagi perusahaan pelayaran Indonesia dengan mencantumkan trayek-trayek yang akan dilayari oleh kapal-kapal tersebut dan setiap perobahan trayek diperlukan izin despensasi trayek. Jadi persoalan berlakunya azas Cabotage di Indonesia bukanlah hal yang baru.

Oleh karena itu untuk menjaga kedaulatan Negara Indonesia yang wilayahnya 75% terdiri dari lautan, maka selain Armada Niaganya harus melakukan operasi secara tetap dan teratur selain diperlukan juga kekuatan :
(1). Armada Angkatan Laut yang kuat dan moderen.
(2). Penjaga Pantai atau Coast Guard yang bisa menjaga lautan kita berikut pesisirnya agar tidak dicemari dan dikeruk kekayaan alamnya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
(3). Polisi Laut
(4). Armada Bea dan Cukai didalam menghadapi penyelundupan.
Koordinasi dari kegiatan operasi ini dalam keadaan damai hendaknya dibawah suatu lembaga Departemen didalam keadaan damai dan dibawah Angkatan Laut didalam keadaan perang.

(7).Galangan kapal perlu ditingkatkan produktivitasnya, karena galangan kapal merupakan prasarana pada peralatan dunia maritim selain memperkerjakan banyak tenaga kerja, tidak saja berdampak pada galangan itu sendiri, tetapi memberikan multiplier-effect lapangan kerja industri-industri penunjangnya seperti pabrik baja, mesin, telekomunikasi dan alat-alat navigasi pada peraturan kelas kapalnya. Keberadaan galangan kapal tidak hanya digunakan untuk membangun kapal, tetapi juga bagi kepentingan service tahunan (regular annual docking atau annual survey) sesuai ketentuan klasifikasi dari kelas kapal (ship classification) atau special survey yang dilakukan 4 tahun sekali tergantung kepada peraturan kelasnya.

Negara Indonesia yang memiliki territorial seluas 5,8 juta km2 dan 75% terdiri dari lautan maka wajar apabila Indonesia memusatkan dan memberi perhatian sepenuhnya terhadap perkembangan armada laut bagi kepentingan: keamanan, angkutan laut dan sungai, industri pertambangan lepas pantai, perikanan, serta angkutan khusus seperti kayu glondongan, batu bara, pasir kwarsa dan macam-macam bahan yang diperlukan bagi kebutuhan industri.

Pada saat ini produktivitas galangan kapal Indonesia belum mencapai 1% (satu per seratus ) dari produksi kapal-kapal di dunia, padahal Indonesia memiliki potensial market bagi kebutuhan sarana penunjang infrastruktur teritorialnya dan pengembangan industri maritim sebagai Negara Kepulauan terbesar didunia. China memiliki ambisi menjadi 40% kekuatan dari galangan-galangan kapal didunia didalam waktu dua puluh tahun mendatang, pada saat ini sudah berproduksi 2 juta DWT/tahun ditingkatkan menjadi 10 juta DWT/tahun, demikian pula Jepang, Korea dan negara-negara Eropa mereka tidak mau melepaskan hegemonienya pada industri galangan kapal walaupun mereka bukan Negara Kepulauan seperti Indonesia. (Data diperoleh dari PT PAL Surabaya)

(8). Pendanaan kapal laut. Mengingat angkutan laut memiliki multiple function yang sangat strategis terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia dan pengembalian dana investasinya memerlukan waktu yang lama (longterm investment dan slow yielding), maka perlu dibuat sistim pendanaan yang khusus terutama didalam penentuan bunga bank dan lamanya pengembaliannya. Di Amerika Serikat bahkan perusahaan pelayaran memperoleh subsidi apa bila mendapat kerugian di akhir tahun. Bahkan di Jerman apabila dokter-dokter melakukan investasi pada pembuatan kapal, maka jumlah yang diinvest dapat diminta ke Kantor Pajak untuk dibebaskan dari pungutan pajaknya (tax deductible)
Karena Perusahaan Pelayaran pada umumnya mendapat keuntungan sangat kecil bahkan merugi dari operasi kapalnya, terutama bila harus melakukan service secara tetap dan teratur disuatu daerah, hal ini disebabkan :
(1).Suatu perputaran perdagangan yang naik dan menurun didalam waktu tertentu, perusahaan pelayaran harus tetap menjalankan kapalnya untuk menjaga keteraturan servisnya (regular liner service) disebabkan :
a.supaya pasaran tidak hilang dan menjaga agar kegiatan langganan tidak berhenti sama sekali.
b.tanggung jawab terhadap masyarakat agar angkutan logistik kebutuhan sehari-hari tidak ditinggalkan, yang mengakibatkan kestabilan ekonomi suatu daerah terganggu karena persediaan kebutuhannya kurang.
c.selain mencegah hubungan antar masyarakat kita yang terdiri dari berbagai ragam budaya yang hidup dipulau-pulau terganggu/terputus, yang berakibat tidak berfungsinya perusahaan pelayaran sebagai prasarana perekonomian dan kesatuan bangsa secara politis.
(2). Kerugian tersebut juga disebabkan persaingan antar perusahaan yang diikuti perobahan teknologi yang cepat terutama didalam menurunkan biaya operasi.

Perusahaan Pelayaran memperoleh keuntungan biasanya dari keagenan kapal berupa komisi
mencarikan muatan bagi principal dan service bongkar muat di pelabuhan dan kegiatan
penyewaan ruang gudang, tetapi Perusahaan Pelayaran memiliki perputaran uang yang cukup
besar karena hasil biaya angkutan (freight income) diperoleh dari pemakai jasanya.

ADA PENDAPAT DIDALAM ILMU EKONOMI BAHWA FUNGSI ALAT ANGKUT DAN TELEKOMUNIKASI DAPAT DISAMAKAN DENGAN KEGUNAAN PEMBULUH DARAH (BLOOD VESSEL) DIBADAN KITA, MERUPAKAN PEMBAWA NUTRISI DAN OXIGEN YANG MEMBERI KEHIDUPAN DAN KEKUATAN DISELURUH TUBUH KITA, DISERTAI DENGAN TELEKOMUNIKASI YANG SERUPA DENGAN SARAF YANG MENYAMPAIKAN PERINTAH PADA BAGIAN TUBUH KITA.






Awal kehancuran sistim angkutan laut di Indonesia disebabkan:

(1). Adanya sistim INTER MODAL TRANSPORT, angkutan diatur secara door to door service . Sehingga Pemerintah Indonesia yang memiliki muatan-muatan berupa proyek didalam jumlah yang besar hanya melihat kepentingan pembangunan dari segi commercial saja, mengabaikan usaha untuk memperkuat fungsi keberadaan Perusahaan Pelayaran Nasional yang telah melakukan pelayaran secara tetap teratur yang memiliki fungsi menjaga sarana jaringan perdagangan baik domistik maupun internasional (menjaga national extensive networking system). Perusahaan inter modal transport hanyalah mementingkan biaya angkut yang rendah, dan umumnya memusatkan pada muatan-muatan projek. Sehingga penggunaan angkutan laut sering diabaikan menggunakan kapal–kapal Perusahaan Pelayaran Nasional terutama yang sudah melayari trayeknya secara tetap dan teratur dan memiliki perjanjian tarif antara beberapa perusahaan pelayaran, sehingga devisa yang seharusnya diterima Perusahaan Pelayaran Nasional jatuh ketangan perusahaan asing. Perusahaan Inter Modal Transport apabila dapat berfungsi sebagai koordinator dari angkutan yang merupakan prasarana jaringan kehidupan ekonomi dan politis Nasional dan tidak hanya mementingkan profit oriented, maka fungsi perusahaan Inter Modal Transport merupakan kegiatan yang ideal didalam alam kemajuan teknologi di dunia ini. Keberpihakan Pemerintah Indonesia kepada Intermodal Transport semata-mata hanyalah dipandang dari segi keuntungan perdagangan saja, tidak melihat jangkauan yang lebih jauh terutama sebagai infra struktur didalam Negara Maritim yang 75% adalah lautan dan pemeliharaan jaringan (net working) ke luar negeri sebagai bagian dari expansi perdagangan kita yang abadi.

(2). Adanya ketentuan dari Negara Kreditor atau Bank Kreditor yang mengharuskan menggunakan kapal negara pemberi kredit. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia harus mempunyai policy untuk mengharuskan eksportir dan importir yang memperoleh pendanaan dari Bank Pemerintah/Nasional menggunakan kapal-kapal Indonesia.

(3). Peraturan pembesi tuaan yang terlalu cepat bagi kapal-kapal Indonesia tanpa memper timbangkan penggantinya, padahal harga kapal sedang tinggi sekali, mengakibatkan
mengurangi jumlah armada kapal-kapal Indonesia. Sehingga dimasukannya kapal-
kapal asing didalam wilayah perairan Indonesia dalam menutupi kekurangan jumlah kapal
bagi kepentingan angkutan laut dalam negeri. Keadaan tersebut menjadi lebih parah dengan
dikeluarkannya PP no 17 tahun 1988 yang merobah izin pendirian perusahaan pelayaran nasional, dari 4 jenis perusahaan yaitu:pelayaran samudra, pelayaran nusantara, pelayaran khusus dan pelayaran rakyat menjadi: pelayaran luar negeri dan pelayaran dalam negeri. Perusahan-perusahaan bukan pelayaran juga diizinkan mengoperasikan kapal baik kapal nasional maupun asing, terutama guna mengangkut muatan-muatan ekspor dan impor. Sehingga azas cabotage dan fair share yang merupakan kedaulatan untuk mengatur logistik hajat hidup Bangsa Indonesia tidak lagi menggunakan kapal-kapal Indonesia tetapi banyak menggunakan kapal asing.

Perusahaan pelayaran termasuk bagian jaringan sistim teknologi sosial ( concept of socio
technical system) seperti halnya telekomunikasi, hubungan komputer, kereta api, kapal terbang dsb., maka negara yang menguasai jaringan tersebut memiliki pengendalian terhadap kemajuan kehidupan perekonomian.Tetapi pelayaran mengikut sertakan tenaga kerja dalam jumlah yang besar baik pada kegiatan di laut maupun kegiatan di darat, seperti pergudangan dan pengepakan. Contoh: Negara Jepang bisa menciptakan berbagai produk dalam jumlah yang besar bagi kebutuhan pasar dunia dan menguasai perekonomian dunia, walaupun tidak memiliki bahan baku, tetapi memiliki armada pelayaran niaga yang besar dan sistim komunikasi yang canggih. Sedangkan Negara Indonesia sebaliknya, memiliki kekayaan alam yang melimpah tetapi lemah sumber daya manusianya dan tidak memiliki armada yang kuat. Maka bagi Indonesia memerlukan sumber daya manusia dan armada yang kuat terutama armada pelayaran Nusantara. Oleh karena itu diperlukan armada kapal-kapal antar pulau nasional yang kuat untuk menghimpun bahan baku yang kita miliki dijadikan suatu produk yang memiliki nilai tambah dan berguna bagi kemakmuran bangsa kita.
4. Pejabat, pengusaha dan masyarakat Indonesia tidak memahami akan habitatnya, bahwa Bangsa Indonesia hidup dialam yang memiliki lautan lebih besar dari daratan, mereka lupa bahwa perekat kesatuan nasional secara ekonomis dan politis yang terbesar adalah laut dengan alatnya angkutan laut, terutama yang diselenggarakan secara tetap dan teratur diantara pulau-pulau di wilayah Nusantara. Pandangan Bangsa Indonesia saat ini terutama Pejabat Pemerintah sebagai penentu policy Negara berpendirian angkutan laut adalah profit making center, sedangkan Pemerintah Belanda memberikan tempat kepada pelayaran, terutama kepada KPM yang diberikan monopoli sebagai angkutan laut dalam negeri yang mengemban tugas-tugas tertentu bagi kepentingan monopoli perdagangannya dan tugas sosial politik untuk mempersatukan daerah koloninya. NV Stoomvart Maatschappij Nederland (SMN) yang didirikan pada tahun 1870 dan NV Rotterdamse Lloyd yang didirikan pada tahun 1875 diberikan monopoli mengangkut angkutan ekspor dan impor terutama bagi barang-barang Pemerintah Belanda dan menjaga net working mereka ke luar negeri terutama hubungan antara Negara Belanda dan koloninya dan sebaliknya. Sedangkan untuk daerah–daerah Asia Pacific dilayani oleh:
1.The Java – China – Japan – Line
2.Java – Bengal Line
3.The Java - Siam Line
4.The Java - Australia Line
Perbedaan dasar pandangan (perception) terhadap pelayaran antara Kerajaan Belanda dan Negara Republik Indonesia yang sudah merdeka 59 tahun ini yang mengakibatkan kehancuran dunia pelayaran di Negara Indonesia. Hal ini bisa dipahami mengingat Bangsa Indonesia terutama para pejabatnya terbiasa sebagai pengelola dari policy Pemerintah Hindia Belanda yang menjalankan Cultur Stelsel Policy dan Bangsa Indonesia dipaksa mematuhi ketentuan tersebut selama puluhan tahun bahkan beberapa tempat seperti Pula Jawa dan daerah Kepulauan Maluku satu abad lebih, sehingga kurang memahami keberadaan perusahaan pelayaran.

Pandangan ini dapat dilihat sejak awal bahwa perusahaan pelayaran antar pulau, yaitu Nederlandsch Indische Stoomvaart Maatschappij (NISM) perusahaan pelayaran Belanda tetapi milik dari Bangsa Inggris (merupakan perpanjangan The English East Indian Company ) karena kurang memperhatikan kepentingan umum diwilayah koloninya Hindia Belanda terutama kepentingan Pemerintah, maka Pemerintah Hindia Belanda menetapkan KPM yang murni milik Belanda dan merupakan saingannya, didukung dan diberikan monopoli dan subsidi melalui kontrak “Groote Archiepel Contract” dengan tugas melayani kepentingan umum dan melayani tugas-tugas pemerintah. Sebaliknya PT PELNI yamg merupakan perusahaan pelayaran nusantara milik Pemerintah Republik Indonesia dianggap sebagai profit centre dan mengalami kesulitan melayani kepentingan umum terutama menyinggahi pulau-pulau dikawasan nusantara secara tetap dan teratur. Dilain pihak untuk meningkatkan pelayanan umum terutama logistik daerah diizinkannya kapal-kapal asing memasuki 144 (seratus empat puluh empat) pelabuhan-pelabuhan di Indonesia bagi pelayanan ekspor dan impor (Surat Keputusan Bersama 3 Menteri tahun 1985 ). Sehingga ketergantungan daerah terutama didalam logistik tidak sepenuhnya tergantung pada Pemerintah Pusat lagi. Apa yang terjadi maka dengan adanya otonomi daerah akan mengakibatkan perpecahan budaya dan politik bangsa, karena tidak ada ketergantungan satu sama lainnya.


Kesimpulan:
Bila Negara Indonesia bertujuan memakmurkan bangsanya dengan memanfaatkan kekayaan wilayah maritimnya yang luas dengan pulau-pulau diantaranya, maka perlu menunjuk Menteri Koordinator Maritim membawahi :
A.Departemen Perhubungan Laut
B.Departemen Pengelolaan Kekayaan Lautan
C.Departemen Sarana Industri Pengelolaan Kekayaan Lautan.

A.Departemen Perhubungan Laut yang secara khusus menangani angkutan laut, dengan tugas-tugasnya sebagai berikut:
(1).Menyusun peraturan-peraturan yang disesuaikan kemajuan teknologi dengan memperhatikan kesanggupan dan kebutuhan Nasional untuk kepentingan kemajuan/efisiensi dan keselamatan pelayaran.
(2). Mengatur dan mengawasi pasaran muatan dan space kapal, sehingga dapat mencapai titik optimum secara ekonomis pemanfaatan space kapal dan lancarnya arus barang-barang sesuai kebutuhan secara nasional.
(3). Membuat penelitian design kapal bagi pelayaran antar pulau yang disesuaikan dengan arus frekwensi muatan dan perencanaan pembangunan suatu daerah dengan memperhatikan keadaan alur pelayaran.
(4). Menggalakan pendidikan dan kursus-kursus yang berhubungan dengan kegiatan angkutan laut guna menaikan nilai tambah dari pelaut Indonesia terutama didalam penguasaan teknologi
(5). Menjaga kedaulatan perairan Indonesia bagi kegiatan-kegiatan perniagaan, industri, pertahanan dan mencegah pencemarannya.
(6).Mencabut Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah dan peraturan peraturan pelaksanaannya yang merugikan kepentingan Nasional dilihat Negara Indonesia sebagai Negara Maritim.

Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut Pemerintah cq. Departeman Perhubungan Laut
membuat kontrak dengan Perusahaan Pelayaran (satu atau dua perusahaan ) untuk
menjalankan tugas-tugas tersebut dengan beberapa kewajiban dan ketentuan sebagai berikut:
(1).Perusahaan Pelayaran tersebut diwajibkan melayari secara tetap dan teratur pada trayek yang diterapkan didalam kontrak melayani pelabuhan-pelabuhan yang berpenduduk minimal 100.000 orang, minimal dua (dua) minggu sekali.
(2).Perusahaan Pelayaran tersebut harus mengoperasikan kapal berbendera Indonesia, dengan awak kapal Bangsa Indonesia dan diutamakan kapalnya dibuat di galangan kapal di Indonesia.
(3).Kapalnya mendapat pendanaan dari Pemerintah dan designnya disesuaikan dengan trayek dan alur pelayaran yang menjadi kewajiban dari perusahaan tersebut. Bila pada akhir tahun mengalami kerugian yang telah di audit oleh auditor Negara, maka Pemerintah memberikan subsidi atau konpensasi atas kerugian tersebut.
(4).Perusahaan Pelayaran tersebut wajib mengangkut dan memiliki monopoli pengangkutan barang-barang kiriman pos, barang-barang muatan termasuk penumpang Pemerintah (angkutan tentara, transmigrasi, pegawai negeri sipil dan logistik sehari-hari) terutama bagi logistik Pemerintah Daerah terpencil.
(5).Didalam keadaan darurat perang dan bencana alam maka kapal-kapal tersebut digunakan sebagai alat angkutan laut Pemerintah.
(6).Selama menjalankan tugasnya Kapten Kapal melalui alat komunikasinya wajib memberi laporan mengenai daerah yang dilaluinya terutama kepada syahbandar terdekat. Laporan tersebut termasuk berita mengenai pencemaran lingkungan hidup (environment), mengenai keamanan dan penyelundupan. Berita tersebut harus disampaikan kepada petugas yang berwenang menanganinya seperti Angkatan Laut, Bea Cukai, Polisi Laut dan Penjaga Pantai (mendapat tugas patroli dan memberikan informasi kepada yang berwajib, jadi akan membantu mengurangi budget Pemerintah untuk patroli).
(7).Perlu membina angkutan laut internasional (Perusahan Pelayaran Samudra) yang moderen, dengan tujuan memelihara jaringan (net working) bagi kepentingan perluasan pasar komoditi Indonesia dan mengangkutan kebutuhan Indonesia dari pasaran luar negeri. Selain memanfaatkan pendapatan freight cost sebagai pendapatan devisa Negara.
(8).Azas cabotage harus di jalankan secara sungguh-sungguh, karena azas cabotage tersebut memberikan lapangan pekerjaan bagi pelaut-pelaut kita dan pekerjaan bagi industri perkapalan , selain demi penjagaan keamanan wilayah kepulauan kita dan pengaman secara politis terutama terhadap pulau-pulau bagian luar dari wilayah Indonesia .Kapal-kapal negara sahabat yang diizinkan maksuk ke pelabuhan Indonesia untuk melakukan angkutan export dan import harus harus diperlakukan berdasarkan azas reciprocal .


B.Departemen Pengelolaan Kekayaan Lautan.
Departemen ini khusus mengawasi kekayaan laut seperti tambang-tambang, perikanan, tanaman dilaut dan kelestariaannya. Kewenangannya termasuk pemberian izin dan pembinaan industri dari kekayaan yang ada dilaut (up stream and down stream industry). Misalnya: Penambang di laut (tambang minyak , gas bumi dan mineral), industri penangkapan ikan berikut pengelaoaannya ( yang dijadikan tepung ikan, diawetkan, industri kalengan dsb.) .

C.Departemen Sarana Industri Pengelolaan Kekayaan Laut
Departemen ini mengelola industri perkapalan baik kapal ikan dan angkutan laut, galangan pembuat rig bagi pertambangan minyak lepas pantai dan segala macam industri penunjang bagi kegiatan usaha kelautan.



Tulisan ini dibuat berdasarkan :
(1).Pengalaman pribadi kami sebagai Pengusaha Pelayaran selama 20 tahun dan pengalaman
selama 20 tahun sebagai Pengusaha Industri dan Dagang .
(2).Buku mengenai KPM: Engine of Empire, Steamshipping and State Formation in Colonial Indonesia.Ditulis oleh : J.N.F.M.a’ Campo.Seorang ahli sejarah dunia pada Erasmus University Rotterdam.
(3).Buku-buku: “Hukum Maritim dan Masalah-Masalah Pelayaran di Indonesia” Jilid 1-3, yang
ditulis oleh:M.Husseyn Umar, SH. Seorang tokoh Hukum Angkutan Laut, perancang Undang-
Undang Pelayaran dan Peraturan Pelayaran di Indonesia, yang sering mewakili Indonesia di
Konvensi-Konvensi Internasional mengenai Angkutan Laut.
(4).Buku :”SHIPS AND SHIPPING OF TOMORROW”, karangan bersama dari:
1.Rolf Schonknecht,DR.sc.oec.,Dr.-Ing.
2.Jurgen Lusch,Dr.sc.techn.
3.Manfred Schelzel,Dr.sc.oec
4.Hans Obenaus,Dr.rer.oec.
(5).Buku:”Liner Confrences in the Container Age” tulisan bersama dari:
Gunnard K.Sletmo dan Ernest W.Williams,Jr.
(6).Masukan-masukan dari tokoh-tokoh Angkutan Laut: Bp. Soedarpo Sastrosatomo, Prof.
Dimyati Hartono SH, Capt.Rasyid, Capt. Wibowo, Laks. Sukono (ex PT PAL), Prof. Iskandar
Alisjahbana (ahli telekomunikasi), M. Husseyn Umar SH (Ahli Shipping Law pada Kantor
Penasehat Hukum ABNR) dan Dr. Adwin Suryohadiprodjo (Dirut PT PAL).




____MHK___

Bipartit Nasional, Siapkan Amunisi Peningkatan Investasi

Sebenarnya yang bermasalah bukan antara pengusaha dengan buruh. Masalah dasarnya terletak pada rencana merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Kemelut ketenagakerjaan yang terjadi belakangan, yang diwarnai aksi demo yang berakhir rusuh, sebenarnya bukan karena pertentangan antara buruh dan pengusaha. Penolakan buruh lebih pada pemaksaan kehendak oleh Pemerintah untuk merevisi UU No. 13 Tahun 2003.

Hal itu ditegaskan Rekson Silaban, Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia(KSBSI). Dalam pertemuan bipartit hari jum’at (12/5) tersebut, membicarakan tentang kesepakatan untuk membentuk tim kecil yang terdiri dari representasi buruh dan pekerja yang akan mengulas soal prioritas apa saja yang dibutuhkan antara pengusaha dengan pekerja. “Jangan lagi singgung soal pembahasan UUK. Kami meminta biaprtit ini tidak dipolitisasi,” ujarnya.

Diakui Rekson, dari keseluruhan jumlah Serikat Pekerja (SP) yang terdaftar di Depnaker sebanyak 188, tidak semuanya menjadi anggota tim kecil tersebut. Hanya tiga konfederasi, sepert Konfederasi Serikat Pekerja Sejahtera Indonesia (KSPSI), Konggres Serikat pekerja Indonesia (KSPI). “Tentunya hal ini berlaku untuk SP yang dianggap representatif yaitu yang mempunyai anggota dan sudah terverifikasi oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi” tutur Sofyan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Rekson menginformasikan bahwa Sjukur Sarto, Ketua Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), tidak dapat hadir dalam pertemuan bipartit karena mengurus ke-8 tahanan yang berada di Polda, dan menegaskan tidak akan ikut rembug bipartit sebelum ada pembebasan. “Tapi secara konfederasi keseluruhan, kami sudah mengadakan pertemuan dengan DPD, serta minggu depan dengan DPR.”tuturnya.

“Tolong dicatat, bipartit ini sudah tidak membicarakan revisi UUK, ini akan membicarakan hambatan-hambatan ekonomi, perbaikan iklim investasi dan penyelamatan industri nasional,” lanjut F.X.Poyuono, wakil dari Serikat pekerja BUMN Bersatu (SP-BUMN Bersatu).

Akan tetapi Sofyan juga tidak menutup kemungkinan untuk membahas revisi UUK sekiranya ditengah jalan dibutuhkan. Pertemuan bipartit yang hanya dihadiri oleh KSBSI selaku perwakilan buruh tersebut, menegasan tidak akan membahas revisi UUK. “Ditingkat buruh, pastinya tidak akan mau lagi membahas revisi UUK.”Rekson menegaskan. Mengenai isyu akan terjadi demo gelombang ketiga pasca 1 mei kemarin, Rekson menegaskan itu tidak akan terjadi lagi.


Kemudian Rekson juga mengatakan bahwa pertemuan bipartit kali ini merupakan permulaan bipartit nasional yang sedang diagendakan. Rencananya bipartit nasional tersebut akan dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada bulan Juni mendatang, dan diharapkan bisa langsung bekerja.

Dalam rangka agenda tersebut maka pengusaha dan pekerja akan membentuk tim kecil untuk menentukan prioritas-prioritas apa saja yang harus dilakukan sekaligus membangun iklim investasi. ”Pada bulan Juni mendatang, selain menginventarisir prioritas, tim kecil kami juga mempersiapkan materi apa saja yang digunakan untuk bersiap-siap mendorong iklim investasi.”jelas Sofyan menerangkan.

Materi pembahasan itu seperti masalah ekonomi biaya tinggi, UU pajak, UU investasi, UU bea cukai, merupakan salah satu contohnya. Itu merupakan prioritas dari pengusaha sendiri.

Materi pembahasan juga mulai disiapkan oleh tim kecil tersebut supaya segala prioritas bisa dilakukan secara sistematis. Menurut Sofyan, bipartit nasional serta tim kecil yang akan dibentuk itu ingin menunjukkan bahwa pengusaha dan buruh bisa bersatu memberikan sumbangsih terhadap peningkatan iklim investasi.

Rekson Silaban ditunjuk sebagai koordinator para SP yang akan diikutsertakan dalam bipartit nasional, sedangkan untuk Djimanto, Sekjen Apindo diminta untuk mengoordinasikannya .

Hasil dari bipartit nasional dan pembentukan tim kecil itu diharapkan bisa menjadi pegangan dunia usaha nasional dan SP dalam melihat masa depan. Selain itu juga dalam bipartit tersebut akan menerima masukan melihat daya kompetisi di lingkungan dunia usaha.

Ketika ditanya mengenai tuntutan ganti rugi yang sebelumnya diajukan oleh Apindo, maka kali ini Djimanto meluruskan bahwa sebenarnya yang dituntut bukan buruh ataupun SP-nya, tapi lebih pada personal yang melakuan tindakan destruktif. Djimanto beralasan bahwa tidak ada buruh ataupun dari SP yang merusak alat produksi dan menghentikan produksi secara tiba-tiba. “Jadi kami lebih menuntut kelakukan yang bukan buruh itu”.

Dari Apindo sendiri lebih menyerahkan keputusan pada perusahaan yang dirugikan untuk menuntut. Biarlah hukum yang berlaku disini. ”Kita harus memperlihatkan pada dunia luar, bahwa hukum masih berlaku di Indonesia. Kepastian hukum yang ingin ditunjukan,” ujar Sofyan. Dia juga menambahkan hal itu akan sangat mempengaruhi iklim usaha di Indonesia.

Tentu saja menunggu hasil ajian akademisi yang dimasukan dalam dalam satu paket besar tadi. Disamping itu jika memang benar pihak akademisi hanya beberapa atau semuanya. mengkaji dari sisi UUK saja maka tim kecil mereka akan mempelajari dan melihat, serta meminta pihak akademisi untuk melihat dalam satu paket kebijakan investasi. Milsanya seperti UU pajak, bagaimana kita bisa mencegah penyelundupan di Bea Cukai. Tapi masukan-masukan itu datangnya tidak harus dari tim akademsi saja, semua pihak dapat mengajukan saran.

Saat ini Apindo sudah mempunyai rencana-rencana kedepan yang akan disampaikan di seluruh kalangan usaha dan SP. Perencanaan itu termasuk pada daftar prioritas beserta alasannya dan apa saja yang sudah dilakuan oleh pengusaha dalam beberapa tahun terakhir. “UU pajak ini sudah dua tahun kami bahas, begitu juga dengan UU investasi. Kita perlu melihat persoalan ini lebih jernih,” Sofyan menekankan.

Suryadi Sasmita, Wakil Sekjen Apindo menginformasikan, terhitung mulai bulan awal tahun ini sampai Mei 2006, 250 dari seribu toko dan retailer milik jaringannya terpaksa ditutup karena tidak sanggup lagi memikul biaya tinggi.

Dünya 1 Mayıs'ı kutluyor

1 Mayıs, dünya genelinde düzenlenen mitinglerle kutlanıyor.Kamboçya'da kutlamalar sırasında, ülkenin en önemli sendika lideri Chea Mony'nin polis tarafından kısa bir süre gözaltına alındığı bildirildi.Öğretmenler Sendikası lideri Rong Chhun, Kamboçya Bağımsız Sendikaları lideri Mony'nin, binlerce göstericinin başkente giriş şartlarını polisle görüştüğü sırada kısa bir süre gözaltına alındığını, Mony'nin serbest bırakıldıktan sonra, yine bir sendikacı olan kardeşinin iki yıl önce öldürüldüğü yerde göstericilerin arasına katıldığını belirtti.Bu arada, başkent Phnom Penh merkezindeki gösteri yasağına rağmen yüz kadar işçinin buraya girerek gösteri düzenlediği belirtildi.Başkentte, özellikle parlamento ve başbakanlık büroları etrafında güvenlik önlemlerinin arttırıldığı bildirildi
.Endonezya'da başkent Cakarta'da düzenlenen 1 Mayıs gösterilerine on binlerce kişi katıldı.Gösterilerin düzenleyicilerinden Arif Poyuono, siyasi liderler ve işverenlerden taleplerinin, işçilerin sağlık sigortasının yaptırılması, daha fazla ücret ve yol parası verilmesi olduğunu söyledi.Cakarta Emniyet Müdürü Tümgeneral Firman Gani, gösterilere 50 bin kadar göstericinin katılmasını beklediklerini belirtti.Tekstil, elektronik, ulaşım, metal ve temizlik sektörlerinden işçilerin kent meydanına otobüs ve kamyonlarla geldikleri, öğle saatlerine kadar gösterilerde herhangi bir olay meydana gelmediği bildirildi.Sendikalar, başkent dışında Sumarta, Kalimantan ve Sulawesi adalarındaki ana kentlerde de gösterilere onbinlerce kişinin katılmasının beklendiğini duyurdular.Filipinler'in başkenti Manila'da da binlerce kişi İşçi Bayramı için sokaklara çıktı.Yoğun güvenlik önlemleri altında yapılan 1 Mayıs gösterilerine polise göre 8 bin kişi katıldı. Bölgedeki bir Reuters kameremanı ise göstericilerin sayısının 10 bini bulduğunu tahminini dile getirdi. Başkentin merkezine doğru yürüyüşe geçen göstericileri 5 bin polisin izlediği belirtiliyor.

Tuesday, April 3, 2007

OPERATOR OF NEWS POSITIONING OF ALTIMO IN INDONESIA

Goode was briefed by APCO Worldwide, the global communications consultancy, to design and produce a corporate brochure for the launch of their client Altimo, formerly Alfa Telecom, new identity to London's financial and investment communities

Altimo, a leading Russian private equity group, is a major player in some of the world's most desirable and potentially lucrative mobile telecommunications markets. The brochure was required to show Altimo as a dynamic, ambitious and successful partner for Western global telecoms companies seeking to venture into the new fast-moving growth opportunities of the Eurasian telecoms markets. Goode created the title 'Your partner for telecoms success' to reflect this. The new Altimo branding was echoed throughout the brochure with the red corporate colour being used in the design as well on all the imagery. To demonstrate the confidence and ambition of the company the brochure appeared in a slimmer format rather than conventional A4 achieving more standout. To enhance the quality feel matt and gloss varnishes were used across selected areas of the brochure which also came in its own red slipcase with the Altimo logo blind embossed on one side.

Indosat sale legal, rules Supreme Court

JAKARTA - THE Supreme Court has thrown out a lawsuit against the government over the privatisation of state-owned telecommunication company Indosat, in which Singapore's Temasek Holdings has a substantial stake.
The suit was first filed over three years ago by a group of nationalist politicians and academics against the Indonesian government, Temasek subsidiary ST Telemedia, and Indonesia Communication Limited, a Mauritius-based company.
The plaintiffs argued that the December 2002 privatisation of the state-owned company, which they said was a strategic state asset, violated the Constitution.But the court has ruled that the sale was legal.And it said that not only did the plaintiffs fail to prove that the privatisation was against the public interest, they also did not prove that they were acting for the majority of the Indonesian public, whom they claimed were against the transaction.
The Supreme Court ruled on the suit late last year but released its judgment only recently.Supreme Court judge Djoko Sarwoko told The Straits Times that the panel of three judges ruled that Indosat's privatisation was carried out according to law.Temasek bought 41.9 per cent of the shares in Indosat, the country's second-largest telecommunication operator, as part of a wider privatisation programme under the Megawati administration.The Indonesian government retained 14.5 per cent of Indosat shares while the rest were held by private investors, mainly Indonesians.
Judge Djoko said that although Temasek had a substantial stake, Indosat could not be said to be fully under 'foreign control'.He added that, in accordance with the law, foreign ownership in Indosat 'does not exceed 85 per cent'. He also said that nullifying the deal would damage Indonesia's reputation as a country that welcomes foreign investment.'The international community's confidence in the security of foreign investment here would be undermined and this would affect Indonesian public interest,' he said.The release of the judgment marked the final chapter in the legal proceedings taken by the group, which had opposed the privatisation of Indosat from the start.The plaintiffs first filed the suit in the Jakarta Lower Court in November 2003. After it was rejected, they filed an appeal in the High Court in January 2004. When this was also dismissed, they appealed to the Supreme Court in July 2005.
Meanwhile, one group which has been paying close attention to the saga is an Indonesian labour union which wants the government to buy back the telco. It is also planning to file a class-action suit against Temasek and Indosat over alleged monopolistic practices.
Federation of StateOwned Enterprises Employees Union chairman Arief Poyuono said his union was studying the judgment.'We are gathering more evidence to strengthen our case,' he said.'The planned lawsuit will be based on claims that Temasek Holdings was involved in price-fixing in the mobile phone business and other monopolistic practices, and that the acquisition of Indosat shares was not done according to proper business practices,' he added without elaborating.

the conspiracy between MSOE & ALTIMO to buy back indosat

JAKARTA, Dec. 21 (Xinhua) -- One of Russia's largest privately owned holding companies, the Alfa Group, has announced it planned to invest up to 2 billion U.S. dollars in Indonesia's mobile telecoms industry through subsidiary Altimo, an executive has said.
"The Asian mobile market is developing very rapidly and Indonesia is the leader here with its large population, making it the most prospective market," Altimo vice president Kirill Babaev was quoted Thursday by English daily The Jakarta Post as saying.
"We have decided to enter this market."
The plan was conceived after company chiefs met with President Susilo Bambang Yudhoyono in Moscow earlier this month, when they expressed their interest in helping develop Indonesia's mobile telecommunications industry.
"We are targeting some kind of stake in one of the larger mobile operators here. Certainly, some time will pass before we start our actual project, but we are ready to invest up to 2 billion dollars in the country's telecoms industry," Babaev said.
"It's not settled yet, but we will do what is best for us. We don't have a deadline," he explained, adding that the plan would be realized next year.
Altimo is a strategic investment company that focuses on telecommunications, and which owns stakes in major cellular operators in Eastern Europe and Turkey with a total subscriber base of 130 million globally, far higher than the world's largest mobile operator, Orange, which has 80 million subscribers.
"We just celebrated our first anniversary earlier this December. Our investment portfolio now stands at about 14 billion dollars, representing significant growth from when we started in 2005 on 8 billion dollars," Babaev said.

Editor: Liu Dan

Di balik isu buy back indosat Altimo Investasi 2 Miliar Dollar AS

Kompas, 21 Desember 2006 JAKARTA, KOMPAS -
Perusahaan investasi asal Rusia, Altimo, berencana menanamkan dananya di Indonesia sebesar 2 miliar dollar AS. Investasi itu dalam bentuk kepemilikan saham di beberapa perusahaan telekomunikasi di Indonesia. "Strategi bisnis kami memang investasi portofolio. Kami melihat potensial pasar telekomunikasi di Indonesia sangat besar. Karena itu, kami telah memutuskan untuk menanamkan investasi di Indonesia," kata Vice President Altimo Andrei Zemnitsky, Rabu (20/12) di Jakarta.
Menurut Andrei, pihaknya sudah membidik beberapa perusahaan telekomunikasi Indonesia. Investasi akan dilakukan pada tahun 2007 dengan membeli 20 persen hingga 30 persen saham perusahaan telekomunikasi. "Kami belum bisa menyebutkan nama perusahaan yang sahamnya kami incar," kata Andrei Zemnitsky. Namun, Andrei mengisyaratkan, pihaknya lebih memilih perusahaan telekomunikasi yang bergerak dalam bisnis telekomunikasi berbasis teknologi GSM. "Pasar telekomunikasi tetap memang cukup besar, tetapi kami lebih tertarik pada pengembangan bisnis telekomunikasi bergerak, khususnya GSM," ujar Andrei lebih lanjut.
Selain di Rusia,
Altimo juga sudah mengembangkan investasi di beberapa negara tetangganya, seperti Ukraina, Kazakhstan, Uzbekistan, Georgia, dan Turki. Perusahaan yang diluncurkan pada 1 Desember 2005 di London ini sudah memiliki total kapitalisasi pasar sebesar 14 miliar dollar AS. "Kalau ditotal, jumlah pelanggan telepon bergerak di perusahaan-perusahaan yang investasinya kami tanam sebanyak 130 juta pelanggan," kata Andrei. Altimo sudah mengakuisisi 13,2 persen saham Turkcell, perusahaan operator telepon bergerak terbesar di Turki. Akuisisi itu merupakan investasi luar negeri terbesar yang dilakukan perusahaan dari Rusia.
Pada tahun 2007 Altimo tetap fokus untuk pengembangan investasi di sektor telekomunikasi dengan memperluas pasarnya di wilayah Eropa dan Asia. "Kami terus mencari peluang investasi di beberapa perusahaan operator telepon GSM di sejumlah negara. Target kami adalah negara-negara berpopulasi penduduk tinggi, yang penetrasi telepon bergeraknya masih sangat rendah. Jadi, selain Indonesia, India dan

Di balik isu buy indosat Altimo Investasi 2 Miliar Dollar AS

Kompas, 21 Desember 2006 JAKARTA, KOMPAS - Perusahaan investasi asal Rusia, Altimo, berencana menanamkan dananya di Indonesia sebesar 2 miliar dollar AS. Investasi itu dalam bentuk kepemilikan saham di beberapa perusahaan telekomunikasi di Indonesia. "Strategi bisnis kami memang investasi portofolio. Kami melihat potensial pasar telekomunikasi di Indonesia sangat besar. Karena itu, kami telah memutuskan untuk menanamkan investasi di Indonesia," kata Vice President Altimo Andrei Zemnitsky, Rabu (20/12) di Jakarta.
Menurut Andrei, pihaknya sudah membidik beberapa perusahaan telekomunikasi Indonesia. Investasi akan dilakukan pada tahun 2007 dengan membeli 20 persen hingga 30 persen saham perusahaan telekomunikasi. "Kami belum bisa menyebutkan nama perusahaan yang sahamnya kami incar," kata Andrei Zemnitsky. Namun, Andrei mengisyaratkan, pihaknya lebih memilih perusahaan telekomunikasi yang bergerak dalam bisnis telekomunikasi berbasis teknologi GSM. "Pasar telekomunikasi tetap memang cukup besar, tetapi kami lebih tertarik pada pengembangan bisnis telekomunikasi bergerak, khususnya GSM," ujar Andrei lebih lanjut.
Selain di Rusia, Altimo juga sudah mengembangkan investasi di beberapa negara tetangganya, seperti Ukraina, Kazakhstan, Uzbekistan, Georgia, dan Turki. Perusahaan yang diluncurkan pada 1 Desember 2005 di London ini sudah memiliki total kapitalisasi pasar sebesar 14 miliar dollar AS. "Kalau ditotal, jumlah pelanggan telepon bergerak di perusahaan-perusahaan yang investasinya kami tanam sebanyak 130 juta pelanggan," kata Andrei. Altimo sudah mengakuisisi 13,2 persen saham Turkcell, perusahaan operator telepon bergerak terbesar di Turki. Akuisisi itu merupakan investasi luar negeri terbesar yang dilakukan perusahaan dari Rusia.
Pada tahun 2007 Altimo tetap fokus untuk pengembangan investasi di sektor telekomunikasi dengan memperluas pasarnya di wilayah Eropa dan Asia. "Kami terus mencari peluang investasi di beberapa perusahaan operator telepon GSM di sejumlah negara. Target kami adalah negara-negara berpopulasi penduduk tinggi, yang penetrasi telepon bergeraknya masih sangat rendah. Jadi, selain Indonesia, India dan