Wednesday, May 23, 2007

Kasus Kiani Politisasi BUMN

Indonesia-policewatch.com:
Lembaga Bantuan Hukum Badan Usaha Milik Negara (LBH BUMN) menganggap kasus penetapan tiga mantan direksi Bank Mandiri sebagai tersangka pengambilalihan aset Kiani Group sebagai bagian dari politisasi BUMN. "Sangat sulit bagi Kejaksaan Agung untuk menghilangkan stigma politisasi yang terjadi pada kasus itu. Sebab, dari segi hukum persoalan pengambilalihan aset Kiani Group sama sekali tidak ada masalah," kata Direktur LBH BUMN, Habiburokhman, di Jakarta, Selasa (24/4).
Habib mengemukakan hal itu menanggapi penetapan tiga mantan direksi Bank Mandiri yakni ECW Neloe, I Wayan Pugeg dan Soleh Tasripan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengambilalihan aset Kiaini Grup. Dikatakannya, transaksi Bank Mandiri sebagai BUMN tunduk pada hukum perdata, bukan dalam lingkup hukum keuangan negara, apalagi pidana. "Tindakan hukum yang salah dengan menerapkan hukum pidana pada transaksi perbankan akan menimbulkan ketakutan bagi pelaku ekonomi untuk bertransaksi dengan bank milik pemerintah yang selanjutnya akan menimbulkan kerugian bagi pemerintah," kata Habib

Dari sisi hukum, katanya, UU No.19/2003 tentang BUMN jelas menyebutkan modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Maksudnya, ada pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN. "Pembinaan dan pengelolaannya juga tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat," katanya.
Ia melanjutkan, soal piutang juga demikian. Pada penjelasan PP No.33/2006 disebutkan, dengan pemisahan kekayaan negara tersebut, piutang yang terdapat pada BUMN sebagai akibat dari perjanjian yang dilaksanakan oleh BUMN selaku entitas perusahaan, tidak lagi dipandang sebagai piutang negara. "Sejalan dengan itu pengelolaan termasuk pengurusan atas piutang BUMN tersebut tidak dilakukan dalam koridor pengurusan piutang negara melainkan diserahkan kepada mekanisme pengelolaan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya. Dikatakannya, tindakan direksi dalam pengelolaan Bank Mandiri sejak tahun 2002 sampai dengan 2004, termasuk transaksi pengambilalihan Kiani Group, telah diterima pertanggungjawabannya oleh pemegang saham sebagaimana diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pelaksanaan transaksi pengambilalihan Kiani Group, katanya, juga terbukti telah menguntungkan negara, sehingga dapat dipastikan tidak ada kerugian negara. Dari transaksi itu Bank Mandiri memperoleh keuntungan berupa "fee" sebesar 9 juta dolar AS dan pendapatan bunga lebih dari 25 juta dolar AS. Setelah dilakukan restrukturisasi oleh Bank Mandiri dan investor, katanya,
saat ini Kiani sangat diminati oleh investor lokal maupun asing, di antaranya Sampurna Group, United Fiber, dan Ashmore Australia.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu FX Arief Poyuono menambahkan, kalau pemberian kredit yang notabene sudah dilakukan dengan prosedur yang benar dan tepat dipermasalahkan, maka akan dapat menganggu iklim bisnis. "Ini akan menjadi semacam penyakit banker`s phobia. Kalangan perbankan BUMN akan takut memberikan kredit untuk korporasi. Pengusaha juga akan menjadi jera untuk mengambil kredit di bank bank BUMN," katanya.
Dikatakannya, karena kredit yang belum dinyatakan macet tidak dapat direstrukturisasi dan dianggap tindak pidana korupsi maka wajar saja kalau akhir kalangan perbankan BUMN saat ini lebih suka memarkir dananya di Bank Indonesia (BI) yang saat ini jumlah hampir mendekati Rp300 triliun. Tentu saja hal itu membebani keuangan negara sebab setiap tahun pemerintah harus mencadangkan di APBN untuk bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebesar 10 persen. Selain itu, yang paling ditakutkan adalah tidak jalannya fungsi intermediasi bank. "Jadi wajar saja kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla resah dengan tidak jalannya sektor riil akibat fungsi intermediasi bank BUMN tidak jalan dan penggangguran makin bertambah karena tidak adanya lapangan kerja baru," katanya. (IPW/ANT)