Monday, October 13, 2008

`Buy back` saham BUMN dicurigai untungkan pejabat



Tanggal :
13 Oct 2008
Sumber :
Harian Terbit
JAKARTA - Langkah pemerintah menganjurkan BUMN melakukan buy back (membeli kembali) saham-sahamnya di bursa dinilai merupakan upaya yang baik. Tapi pemerintah diminta memberikan keleluasan bagi corporate berekspansi, yang sifatnya tidak mengatur. Sementara di pihak lain, langkah buy back ini dicurigai hanya akan menguntungkan investor asing dan oknum pejabat tertentu.
Demikian tersimpul dari hasil wawancara Harian Terbit dengan tim ekonomi Partai Amanat Nasional (PAN) H.Yasin Kara dan Ketua Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono yang dihubungi terpisah, Senin (13/10), menanggapi langkah pemerintah mem-back up harga saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Sementara Drajat Wibowo dari Fraksi PAN DPR mengatakan, seharusnya yang dilakukan pemerintah dalam kondisi ekonomi global se-perti ini adalah memperkuat sektor riil. Yaitu membuka lapangan kerja sebanyak mungkin, salah satunya dengan mengembangkan infrastruktur.
Langkah pemerintah melakukan buy back terhadap saham-saham yang telah lepas ke masyarakat, menurut Wibowo, tak berpengaruh kepada sektor riil.
"Menurut saya, manfaat buy back itu abu-abu. Sedangkan manfaat infrastruktur jelas dan terang benderang. Tidak mungkin yang abu-abu mengalahkan yang terang. Jadi, kaidahnya tidak bisa yang abu-abu itu mengalahkan yang terang," katanya lagi.
"Menstabilkan harga saham memang penting, tapi jangan sampai upaya itu memaksakan kehendak. Sebab ini bisa merusak cash flow BUMN," kata Yasin Kara.
Sampai Sabtu (11/10), sudah ada 15 perusahaan yang tercatat mendaftar untuk melakukan buy back. Ketua Bapepam LK, Fuad Rahmany mengatakan, pendaftaran buy back masih dibuka hingga Sein (13/10).
Arief Poyuono sendiri menolak rencana buy back saham BUMN. Sebab, langkah tersebut patut diduga semata-mata untuk menyelamatkan para pemilik saham yang dekat dengan pemegang kebijakan di bidang otoritas keuangan di Indonesia.
Ia menilai langkah buy back (membeli kembali) saham sejumlah BUMN tersebut sebagai langkah pemerintah yang panik, akibat tergerusnya nilai harga saham di bursa saham Indonesia dalam beberapa hari terakhir dan sampai saat ini berada pada level terendah sejak 2006.
Tindakan ini sekaligus membuktikan bahwa fundamental ekonomi yang di dengung dengung oleh pemerintah selama ini patut dipertanyakan.
Yasin Kara mengingatkan, upaya pemaksaan dalam buy back saham BUMN ini bisa menimbulkan masalah baru.
Ia juga mengatakan, krisis finance global yang sedang berlangsung saat ini, hembusannya cukup mempengaruhi perekonomian Indonesia. Namun, langkah buy back yang dicanangkan belum menjadi solusi, dalam upaya mengantisipasi kondisi krisis global ini.
Sebab kata Yasin, masalah perbankan belum tersentuh. Padahal, masalah perekonomian sangat ditentukan oleh psikologi, baik performing maupun surat berharga (SB). Jika ini goyang, maka sektor riil ikut terpengaruh.
Pada kesempatan terpisah, tim ekonomi Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (BPD) DPR, Muhammad Tonas me-ngatakan, langkah melakukan buy back terhadap saham-saham BUMN merupakan hal biasa. Kegiatan ini sudah merupakan tugas rutin. Bila keuangan BUMN kuat, dipastikan saham-saham perusahaan yang lepas ke luar bakal dibeli. Demikian juga sebaliknya. "Jadi, tidak ada sesuatu yang luar biasa dari langkah itu," kata dia.
Namun ia menilai, pembelian saham-saham BUMN yang diumumkan itu adalah bentuk dari kepanikan pemerintah terhadap gejolak yang terjadi. Kepanikan pemerintah itulah yang mengakibatkan kepanikan pula di kalangan masyarakat sehingga hal ini dimanfaatkan spekulan untuk mempermainkan pasar.
Dalam pandangan Arief, rencana buy back saham BUMN dengan dana proyek infrakstruktur dimungkinkan akan menimbulkan kerugian negara dan hanya menguntungkan para investor asing yang bermain di pasar saham Indonesia. Perlu diingat kapitalisasi asing di bursa saham Indonesia hampir 75 persen.
Pemerintah seharusnya belajar dari krisis 1997 sampai 1998 mengenai jatuhnya Indeks harga saham gabungan, bahkan pernah merosot 65,33 persen pada saat krisis moneter dari 740,83 (8 Juli 1997) menjadi 256,83 (21 September 1998).
Waktu itu yang mengalami krisis hanya sebagian negara Asia saja, sedang saat ini krisis yang akan menghantam perekonomian Indonesia disebabkan oleh krisis keuangan global di mana IHSG dalam hitungan hari jatuh hampir 50 persen.
Ia mengatakan, buy back saham yang mengunakan dana proyek infrakstruktur akan berpotensi menciptakan kerugian negara, yang pada akhirnya yang paling dirugikan adalah rakyat Indonesia.
Dalam kaitan ini, FSP BU-MN menolak buy back saham BUMN yang mengunakan dana proyek infrakstruktur strategis. Dana ini lebih baik digunakan untuk percepatan pembangunan proyek-proyek infrakstruktur yang lebih banyak memberikan efek yang positif terhadap tumbuhnya sektor riil
Pada sisi lain, FSP BUMN juga mendesak pemerintah se-gera memperkuat perekonomian nasional dengan memperdayakan dana PKBL BUMN untuk mengelola lahan lahan tidur dan penciptaaan lapangan kerja. "Pekerja dan manajemen di BUMN harus bersatu dan menghindari konflik untuk menghadapi dampak krisis keuangan global, " tegasnya.
Arief juga minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi rencana buy back saham BUMN yang mengunakan dana proyek infrakstruktur sebesar Rp4 trilyun, karena diduga hal untuk menyelamatkan saham saham BUMN yang dimiliki pejabat pejabat negara. (asa/bea/art) Hadapi Dampak Krisis AS, Buruh - Pengusaha Diminta Bersatu

Hadapi Dampak Krisis Keuangan Gobal , Buruh dan pengusaha harus bersatu

Hadapi Dampak Krisis AS, Buruh - Pengusaha Diminta Bersatu

Kapanlagi.com - Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu meminta buruh dan pengusaha bersatu menjalin kebersamaan dalam menghadapi dampak krisis keuangan Amerika Serikat (AS) terhadap sektor perindustrian di Indonesia.
Ketua Presidium FSP BUMN Bersatu, Arief Poyuono di Jakarta, Selasa (7/10) menyatakan, krisis keuangan yang menimpa AS akan memiliki dampak yang besar terhadap sektor perindustrian di Indonesia yang berorientasi pasar ekspor ke negara tersebut.
Hal itu, tambahnya dalam siaran pers, akan menyebabkan timbulnya persoalan perselisihan perburuhan antara pengusaha dan serikat buruh karena perusahaan akan melakukan PHK terhadap buruhnya karena turunnya jumlah permintaan produk ekspor ke AS.
"Karena itu perlu adanya rasa kebersamaan antara buruh dan pengusaha untuk menghadapi krisis tersebut agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan," katanya.
Menurut dia, dampak krisis keuangan AS mulai terasa pada perekonomian Indonesia dengan ditandai jatuhnya indeks harga saham dan terus merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing.
Untuk mengantisipasi krisis keuangan, AS dipastikan akan mengurangi impor dari Indonesia yang pada akhirnya akan berdampak pada pengurangan jumlah produksi perusahaan-perusahaan di tanah air yang pasar ekspornya ke Amerika.
Adanya pengurangan produksi, tambahnya, dengan sendirinya akan menurunkan penerimaan perusahaan tersebut yang pada akhirnya perusahaan akan mengurangi jumlah tenaga kerja.
Oleh karena itu, Arief Poyuono meminta agar serikat buruh lebih mengerti dengan kesulitan yang dialami perusahaan sehingga menunda agenda-agenda untuk kenaikan UMP dan UMR sampai dampak krisis keuangan teratasi.
Sementara itu, pihaknya mengharapkan pengusaha tidak melakukan PHK terhadap para buruhnya, karena kebijakan itu hanya akan menyebabkan persoalan ekonomi sosial baru bagi negara.
"Apalagi saat ini dengan beban hidup yang semakin berat bagi para buruh," katanya. (kpl/rif)