Study Kasus
Perbuatan Melawan
Hukum Yang Dilakukan PT Berkah Karya Bersama Bisa Batalkan Putusan BANI Terkait Kepemilikan MNC TV (TPI)
I.Pengantar
Sebagai penyeimbang bagi kepentingan para pihak dalam
putusan arbitrase, sebelum memberikan perintah pelaksanaan, diberikan hak untuk
memeriksa terlebih dahulu apakah putusan arbitrase telah diambil dalam suatu proses
yang sesuai. Satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah Ketua Pengadilan
Negeri tidak diberikan kewenangan untuk memeriksa alasan atau pertimbangan dari
putusan arbitrase. Berdasarkan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berbunyi sebagai berikut:
“Putusan Arbitrase yang telah dibubuhi perintah Ketua
Pengadilan Negeri, dilaksanakan sesuai ketentuan
pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai
kekuatan hukum tetap ”
Melihat isi dari
pasal tersebut secara lebih lanjut putusan yang telah dikeluarkan oleh lembaga
arbitrase ataupun lembaga arbitrase ad-hoc hanya merupakan putusan arbitrase
biasa yang tidak memiliki kekuatan. Kekuatan pelaksanaan putusan arbitrase
harus didaftarkan di pengadilan negeri. Perlu disampaikan, bahwa pendaftaran
dan pencatatan tersebut akan menjadi sangat berguna bagi pihak yang
berkepentingan atas pelaksanaan
putusan arbitrase
tersebut, jika salah satu pihak dalam putusan arbitrase tidak melaksanakan
putusan arbitrase tersebut secara sukarela.
Pengaturan mengenai
putusan arbitrase hanya terbatas pada isi dan pendapat arbiter yang dituangkan
dalam klausul putusan arbitrase dimana hakim hanya akan memberikan penetapan
untuk pelaksanaan putusan arbitrase. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak secara pasti menguraikan bagaimana
pengadilan negeri dapat membatalkan atau menolak suatu putusan arbitrase
yang sudah ditetapkan
oleh arbiter. Pembatalan terhadap putusan arbitrase dimungkinkan dengan
mengajukan pembatalan putusan oleh salah satu pihak. Pembatalan tersebut dapat
dilakukan setelah putusan tersebut mendapatkan penetapan dari pengadilan
negeri. Upaya pengajuan pembatalan sudah diatur dalam berbagai peraturan
seperti Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa dan Konvensi New York 1958,
Klausul perbuatan melawan hukum PT Berkah Karya Bersama yang dapat membatalkan Putusan Arbitrase” Yang telah memenangkan PT Berkah Karya Bersama dalam
perkara perebutan saham PT CTPI melawan Grup Mba Tutut dkk
II.Rumusan Masalah
Sebagaimana telah
dipaparkan dalam latar belakang diatas, penulis menemukan beberapa permasalahan
yang hendak dikaji antara lain:
a)
Apakah putusan arbitrase Yang telah memenangkan PT Berkah Karya Bersama dalam
perkara perebutan saham PT CTPI melawan Grup Mba Tutut dkk dapat dibatalkan melalui pengadilan negeri Jakarta
Pusat jika putusan tersebut mengandung unsur
Perbuatan Melawan Hukum ?
b)
Bagaimana bentuk
perbuatan melawan hukum yang dapat digunakan sebagai fundamentum petendi pengadilan
negeri dalam menerima gugatan yang diajukan oleh salah satu pihak yang terikat
perjanjian arbitrase
III. Metode
Penelitian
Metode Penelitan yang
gunakan adalah Yuridis normatif. Tipe
penelitian yang penulis
gunakan adalah dua
pendekatan, antara lain:
a)
Pendekatan
Undang-Undang ( Statute approach ) dengan menganalisa berbagai regulasi dan
peraturan perundang-undangan kemudian mengkaitkannya dengan isu yang sedang
penulis angkat. Dalam hal ini penulis
mengkaji Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian dengan Sengketa dan konvensi internasional yang berkaitan dengan
isu Sudy Kasus Klausul perbuatan melawan hukum
PT Berkah Karya Bersama yang dapat membatalkan Putusan Arbitrase” Yang telah memenangkan PT Berkah Karya Bersama dalam
perkara perebutan saham PT CTPI melawan Grup Mba Tutut dkk
b)
Pendekatan
Konseptual( Conceptual Approach), dimana dalam pendekatan ini dilakukan dengan
berpangkal pada pandangan-pandangan dan doktrin terkait dengan isu hukum yang
sedang diangkat tentang bagaimana konsep pengaturan yang dapat digunakan
seharusnya untuk menyempurnakan ketentuan yang telah ada dibidang arbitrase
khususnya arbitrase ad-hoc.
IV.Pembahasan
1. Putusan Arbitrase
Yang Dapat Dibatalkan Melalui Pengadilan Negeri Pada Saat Putusan Tersebut Mengandung
Unsur Perbuatan Melawan Hukum
Pengadilan negeri
(peradilan umum) dan badan yang berasal dari peradilan non litigasi memiliki
hubungan diantara keduanya tetapi hal ini tidak menimbulkan hilangnya pemisahan
kewenangan. Hubungan yang paling mendasar salah satunya adalah mengenai
eksekusi putusan. Badan yang berasal dari peradilan semu tidak memiliki kewenangan
eksekusi putusan yang dijatuhkannya. Eksekusi tersebut akan dapat terlaksana
setelah ada
pengesahan dari
pengadilan negeri. Sepanjang mengenai pemeriksaan dan penyelesaian sengketa
menjadi yurisdiksi absolut arbitrase sesuai dengan ketentuan Pasal 64 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang
menyatakan:
“ Putusan arbitrase
yang telah dibubuhi perintah ketua pengadilan negeri, dilaksanakan sesuai ketentuan
pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan
hukum tetap”.
Berdasarkan Pasal
1338 Ayat (3) Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian harus
didasarkan atas asas itikad baik. Itikad baik adalah suatu pengertian yang
abstrak dan sulit untuk dirumuskan, sehingga orang lebih banyak merumuskannya
melalui peristiwa-peristiwa di pengadilan. Itikad baik dalam pelaksanaan
perjanjian berkaitan dengan masalah kepatutan dan kepantasan. Perjanjian harus
dilaksanakan dengan menafsirkannya agar sesuai dengan kepatutan dan kepantasan,
sesuai dengan
Pasal 1339 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa,
“ suatu perjanjian
tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya tapi
juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan dan undang-undang”
Itikad baik dapat
dibedakan menjadi itikad baik subjektif dan itikad baik objektif. Itikad baik
subjektif, yaitu apakah yang bersangkutan sendiri menyadari bahwa tindakannya
bertentangan dengan itikad baik, sedang itikad baik objektif adalah kalau
pendapat umum menganggap tindakan yang demikian adalah bertentangan dengan
itikad baik.
Pembatalan putusan
arbitrase dalam Pasal 70 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan:
“
Terhadap putusan
arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan
tersebut diduga mengandung unsure sebagai berikut:
a.
Surat atau dokumen
yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau
dinyatakan palsu;
b.
Setelah putusan
diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh
pihak lawan; atau
c.
Putusan diambil dari
hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan
sengketa.
Ketentuan Pasal 70
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, memang tidak mengatur
alasan yang dapat digunakan oleh pengadilan untuk membatalkan putusan arbitrase,
yang perlu dipahami disini adalah ketentuan tidak diatur disini bukan berarti
tidak boleh. Prinsip hukum dasar yang berlaku secara universal tidak dilarang
berarti boleh, bukan sebaliknya
2. Bentuk Perbuatan Melawan Hukum Yang Dapat Digunakan
Sebagai Fundamentum Petendi Pengadilan Negeri
Dalam Menerima Gugatan Yang Diajukan Oleh Salah Satu Pihak Yang Terikat
Perjanjian Arbitrase
Lembaga arbitrase
masih memiliki hubungan keterkaitan dengan pengadilan negeri, yang dalam hal
ini dapat dicontohkan dengan pelaksanaan putusan arbitrase. Putusan arbitrase
yang telah dijatuhkan harus didaftarkan ke pengadilan negeri, hal ini untuk
menunjukkan bahwa lembaga arbitrase tidak mempunyai upaya pemaksa terhadap para
pihak untuk mentaati putusan arbitrase. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase
dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa telah diundangkan dan berlaku mulai pada tanggal 12
Agustus 1999
Menurut Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Pasal 1 Angka 1, yang dimaksud dengan arbitrase adalah, cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Literatur
lain menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “arbitrase” adalah “submission
of controversies by agreement
of the parties there to persons chosen by themselves for determination” (penyerahan
kontroversi berdasarkan kesepakatan para pihak di sana untuk orang- orang yang
dipilih oleh mereka sendiri untuk penentuan). Fundamentum Petendi berarti dasar
gugatan atau dasar tuntutan ( grondslag van de lis ). Terdapat beberapa istilah
dalam praktik perdata yang sering digunakan, antara lain:
1. Positum atau bentuk jamak disebut posita
gugatan,
2. Dalil gugatan dalam bahasa Indonesia
Posita atau dalil
gugatan merupakan landasan pemeriksaan dan penyelesaian sengketa. Pemeriksaan
dan penyelesaian tidak boleh menyimpang dari dalil gugatan. Mengenai perumusan fundamentum petendi atau dalil gugatan, muncul
dua teori, yaitu:
1. Substantierings theorie yang mengajarkan,
dalil gugatan tidak cukup hanya merumuskan peristiwa hukum yang menjadi dasar
tuntutan, tetapi juga harus menjelaskan fakta-fakta yang mendahului peristiwa hukum
yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa hukum tersebut.
2. Individualisering theorie yang menjelaskan
peristiwa atau kejadian hukum yang dikemukakan dalam gugatan, harus dengan
jelas memperlihatkan hubungan hukum yang menjadi dasar tuntutan.
Beradasarkan
ketentuan Pasal 643 Rv ( Reglement op de
Rechtvordering ) ada sepuluh alasan yang dapat dijadikan dasar pembatalan
putusan arbitrase yang menyatakan:
“ Terhadap keputusan wasit yang tidak dapat dimintakan
banding, dapat dimintakan kebatalannya dalam hal-hal sebagai berikut:
1.
Bila keputusan itu
diambil diluar batas-batas kompromi;
2.
Bila keputusan itu
didasarkan atas kompromi yang tidak berharga atau telah gugur;
3.
Bila keputusan ini
dijatuhkan oleh beberapa wasit yang tidak berwenang menjatuhkan keputusan diluar
kehadiran yang lain;
4.
Bila diputuskan
tentang sesuatu yang tidak dituntut, atau dengan itu diberikan lebih dari yang
dituntut;
5.
Bila keputusan itu
mengandung ketentuan-ketentuan yang bertentangan satu dengan yang lain;
6.
Bila para wasit lalai
memutus satu atau beberapa hal yang seharusnya diputuskan, sesuai dengan ketentuan
dalam kompromi;
7.
Bila melanggar bentuk
acara yang telah ditetapkan dengan ancamaan kebatalan, tapi ini hanya bila
dalam kompromi diperjanjikan dengan tegas, bahwa para wasit wajib memenuhi
aturan acara biasa;
8.
Bila diputus atas
dalam surat-surat yang setelah keputusan wasit, diakui sebagai palsu atau dinyatakan
palsu;
9.
Bila sesudah
keputusan, ditemukan surat-surat yang menentukan yang disembunyikan oleh salah satu
pihak
10. Bila keputusan itu berdasarkan penipuan atau tipu muslihat
yang kemudian diketahui dalam acara pemeriksaan
Alasan-alasan ini
dapat dijadikan fundamentum petendi dalam
mengajukan gugatan ke pengadilan negeri disamping atas pembatalan putusan
arbitrase. Pengadilan menganggap memiliki wewenang untuk menangani perkara dengan
pokok gugatan seperti yang telah ditentukan
Macam – macam bentuk
Perbuatan Melawan Hukum secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Nofeasance, yakni
merupakan tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan oleh hukum.
2.
Misfeasance yakni
perbuatan yang dilakukan secara salah, perbuatan mana merupakan kewajibannya
atau merupakan perbuatan yang mempunyai hak untuk melakukannya.
3.
Malfeasance yakni
merupakan perbuatan yang dilakukan padahal pelakunya tidak berhak untuk melakukannya
V.Pembahasan
Bukti PT Berkah Karya Bersama Telah melakukan Perbuatan
Melawan Hukum dalam Investment Agreement yang ditandatangani oleh
Berkah dan Ny. Siti Hardijanti
Bentuk Perbuatan
Melawan Hukum Yang Dapat Digunakan Sebagai Fundamentum Petendi Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat Dalam Menerima Gugatan Pihak Tutut Cs Yang merupakan Salah Satu Pihak
Yang Terikat Perjanjian Arbitrase dimana Pihak PT Berkah Karya Bersama telah
melakukan perbuatan melawan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah
1) Pada tahun 2006, Perseroan masuk sebagai pemegang 75% saham PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (“CTPI”) dengan mengambil alih dari PT. Berkah Karya Bersama (“Berkah”) setelah memperoleh persetujuan dari pemegang
saham CTPI saat itu, hal ini telah diterima
dan dicatat oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Depkumham”) berdasarkan
surat No. W7-HT.01.10-4534 tanggal 5 April 2007 (“Surat Kumham”)
dan pada tahun 2008 kepemilikan Perseroan atas 75% saham CTPI tersebut telah dimuat dalam lembaran
Berita Negara Republik Indonesia
No. 58 tanggal 28 Mei 2008, Tambahan No. 1228 (“BNRI No. 58”).
2) Pada tahun 2010, Ny. Siti
Hardijanti Rukmana, PT. Tridan Satriaputra Indonesia, PT. Citra Lamtoro Gung
Persada, dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi (“Ny. Siti Hardijanti Rukmana dkk”) mengajukan
gugatan Perbuatan Melawan Hukum kepada Berkah dengan nomor perkara
10/Pdt.G/2010/PN.Jkt Pst, dengan obyek gugatan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa CTPI pada
tanggal 18 Maret 2005, 19 Oktober 2005,
dan 23 Desember 2005 (“RUPSLB”), yang diadakan sebagai realisasi Oktober 2005,
dan 23 Desember 2005 (“RUPSLB”), yang diadakan sebagai realisasi dari Investment Agreement yang ditandatangani
oleh Berkah dan Ny. Siti Hardijanti
3) Pada
tanggal 14 April 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan putusan
pada tingkat pertama yang pada intinya memutuskan bahwa Berkah telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Terhadap putusan
ini, Para Pihak mengajukan banding.
4) Pada
tanggal 20 April 2012, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding
yang diajukan oleh Para Pihak, dengan putusan Pengadilan tidak berwenang
untuk memeriksa dan mengadili Perkara. Terhadap putusan ini, Para Pihak
mengajukan kasasi.
5) Pada
tanggal 2 Oktober 2013, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan putusan
Kasasi dengan No. 862 K/Pdt/2013 (“Putusan MA”) yang berisi, antara
lain:
a.
Membatalkan
dan menyatakan tidak sah keputusan RUPSLB; dan
b.
Menghukum
Berkah untuk mengembalikan keadaan CTPI seperti keadaan semula sebelum RUPSLB
6)
Putusan Peninjauan kembali itu bernomor
238 PK/PDT/2014 dan diketuk pada 29 Oktober 2014 Menguatkan putusan Kasasi dengan No. 862 K/Pdt/2013 (“Putusan MA”)
yang berisi,
a.
Membatalkan
dan menyatakan tidak sah keputusan RUPSLB; dan
b.
Menghukum
Berkah untuk mengembalikan keadaan CTPI seperti keadaan semula sebelum RUPSLB
7) Majelis Hakim Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) memutuskan PT Berkah Karya Bersama adalah pemilik sah
PT CTPI. Dalam kasus tersebut PT Berkah berlawanan dengan pihak Siti Hardiyanti
Rukmana (Tutut). hari ini, Jum’at tanggal 12 Desember 2014 Jam 14.00 WIB, BANI
telah memenangkan PT Berkah Karya Bersama
dalam perkara perebutan saham PT
CTPI melawan Grup Mba Tutut dkk
Dari bukti bukti didapati bahwa Pembatalan terhadap Putusan
Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang memenangkan pihak PT Berkah Karya
Bersama Terkait kepemilikan saham 75
persen PT CTPI dan Kewajiban terhadap Ny.
Siti Hardijanti sebesar 510 miliar sangat dimungkinkan karena Beradasarkan fakta hukum ketentuan
Pasal 643 Rv ( Reglement op de
Rechtvordering
) yaitu :
1.
Keputusan BANI yang memenangkan PT Berkah Karya Bersama sangat jelas
terdapat unsur perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh PT Berkah
Karya Bersama terhadap Pihak
Ny. Siti Hardijanti dimana keputusan BANI itu mengandung
ketentuan-ketentuan yang bertentangan satu dengan yang lain dengan
mengesampingkan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung bernomor 238
PK/PDT/2014 yang sudah inkrah dan berkekuatan hukum tetap dengan membatalkan
dan meyatakan tidak sahnya keputusan RUPSLB (rapat umum pemegang saham luar
biasa ) PT CTPI pada tanggal 18 maret 2005 yang mengesahkan pengalihan 75
persen saham Siti Hardiyanti Rukmana oleh PT Berkah Karya Bersama secara
melawan hukum
2. Keputusan BANI
juga itu mengandung ketentuan-ketentuan
yang bertentangan satu dengan yang lain dengan mengesampingkan putusan
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung bernomor 238 PK/PDT/2014 bahwa
sejak PL Mahkamah Agung yang diputuskan pada tanggal 29 Oktober 2014 demi hukum
dan keadilan maka PT Berkah Karya Bersama sudah tidak lagi memiliki saham 75 %
di PT CTPI sebagai operator MNC TV
Jakarta
9 Februari 2014
Ditulis oleh ;
M.A .Muhamadiyah .SH.Msi
Koordinator Masyarakat
Pemantau Badan Arbitrase Nasional Indonesia
No comments:
Post a Comment