Thursday, April 5, 2007

Bipartit Nasional, Siapkan Amunisi Peningkatan Investasi

Sebenarnya yang bermasalah bukan antara pengusaha dengan buruh. Masalah dasarnya terletak pada rencana merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Kemelut ketenagakerjaan yang terjadi belakangan, yang diwarnai aksi demo yang berakhir rusuh, sebenarnya bukan karena pertentangan antara buruh dan pengusaha. Penolakan buruh lebih pada pemaksaan kehendak oleh Pemerintah untuk merevisi UU No. 13 Tahun 2003.

Hal itu ditegaskan Rekson Silaban, Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia(KSBSI). Dalam pertemuan bipartit hari jum’at (12/5) tersebut, membicarakan tentang kesepakatan untuk membentuk tim kecil yang terdiri dari representasi buruh dan pekerja yang akan mengulas soal prioritas apa saja yang dibutuhkan antara pengusaha dengan pekerja. “Jangan lagi singgung soal pembahasan UUK. Kami meminta biaprtit ini tidak dipolitisasi,” ujarnya.

Diakui Rekson, dari keseluruhan jumlah Serikat Pekerja (SP) yang terdaftar di Depnaker sebanyak 188, tidak semuanya menjadi anggota tim kecil tersebut. Hanya tiga konfederasi, sepert Konfederasi Serikat Pekerja Sejahtera Indonesia (KSPSI), Konggres Serikat pekerja Indonesia (KSPI). “Tentunya hal ini berlaku untuk SP yang dianggap representatif yaitu yang mempunyai anggota dan sudah terverifikasi oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi” tutur Sofyan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Rekson menginformasikan bahwa Sjukur Sarto, Ketua Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), tidak dapat hadir dalam pertemuan bipartit karena mengurus ke-8 tahanan yang berada di Polda, dan menegaskan tidak akan ikut rembug bipartit sebelum ada pembebasan. “Tapi secara konfederasi keseluruhan, kami sudah mengadakan pertemuan dengan DPD, serta minggu depan dengan DPR.”tuturnya.

“Tolong dicatat, bipartit ini sudah tidak membicarakan revisi UUK, ini akan membicarakan hambatan-hambatan ekonomi, perbaikan iklim investasi dan penyelamatan industri nasional,” lanjut F.X.Poyuono, wakil dari Serikat pekerja BUMN Bersatu (SP-BUMN Bersatu).

Akan tetapi Sofyan juga tidak menutup kemungkinan untuk membahas revisi UUK sekiranya ditengah jalan dibutuhkan. Pertemuan bipartit yang hanya dihadiri oleh KSBSI selaku perwakilan buruh tersebut, menegasan tidak akan membahas revisi UUK. “Ditingkat buruh, pastinya tidak akan mau lagi membahas revisi UUK.”Rekson menegaskan. Mengenai isyu akan terjadi demo gelombang ketiga pasca 1 mei kemarin, Rekson menegaskan itu tidak akan terjadi lagi.


Kemudian Rekson juga mengatakan bahwa pertemuan bipartit kali ini merupakan permulaan bipartit nasional yang sedang diagendakan. Rencananya bipartit nasional tersebut akan dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada bulan Juni mendatang, dan diharapkan bisa langsung bekerja.

Dalam rangka agenda tersebut maka pengusaha dan pekerja akan membentuk tim kecil untuk menentukan prioritas-prioritas apa saja yang harus dilakukan sekaligus membangun iklim investasi. ”Pada bulan Juni mendatang, selain menginventarisir prioritas, tim kecil kami juga mempersiapkan materi apa saja yang digunakan untuk bersiap-siap mendorong iklim investasi.”jelas Sofyan menerangkan.

Materi pembahasan itu seperti masalah ekonomi biaya tinggi, UU pajak, UU investasi, UU bea cukai, merupakan salah satu contohnya. Itu merupakan prioritas dari pengusaha sendiri.

Materi pembahasan juga mulai disiapkan oleh tim kecil tersebut supaya segala prioritas bisa dilakukan secara sistematis. Menurut Sofyan, bipartit nasional serta tim kecil yang akan dibentuk itu ingin menunjukkan bahwa pengusaha dan buruh bisa bersatu memberikan sumbangsih terhadap peningkatan iklim investasi.

Rekson Silaban ditunjuk sebagai koordinator para SP yang akan diikutsertakan dalam bipartit nasional, sedangkan untuk Djimanto, Sekjen Apindo diminta untuk mengoordinasikannya .

Hasil dari bipartit nasional dan pembentukan tim kecil itu diharapkan bisa menjadi pegangan dunia usaha nasional dan SP dalam melihat masa depan. Selain itu juga dalam bipartit tersebut akan menerima masukan melihat daya kompetisi di lingkungan dunia usaha.

Ketika ditanya mengenai tuntutan ganti rugi yang sebelumnya diajukan oleh Apindo, maka kali ini Djimanto meluruskan bahwa sebenarnya yang dituntut bukan buruh ataupun SP-nya, tapi lebih pada personal yang melakuan tindakan destruktif. Djimanto beralasan bahwa tidak ada buruh ataupun dari SP yang merusak alat produksi dan menghentikan produksi secara tiba-tiba. “Jadi kami lebih menuntut kelakukan yang bukan buruh itu”.

Dari Apindo sendiri lebih menyerahkan keputusan pada perusahaan yang dirugikan untuk menuntut. Biarlah hukum yang berlaku disini. ”Kita harus memperlihatkan pada dunia luar, bahwa hukum masih berlaku di Indonesia. Kepastian hukum yang ingin ditunjukan,” ujar Sofyan. Dia juga menambahkan hal itu akan sangat mempengaruhi iklim usaha di Indonesia.

Tentu saja menunggu hasil ajian akademisi yang dimasukan dalam dalam satu paket besar tadi. Disamping itu jika memang benar pihak akademisi hanya beberapa atau semuanya. mengkaji dari sisi UUK saja maka tim kecil mereka akan mempelajari dan melihat, serta meminta pihak akademisi untuk melihat dalam satu paket kebijakan investasi. Milsanya seperti UU pajak, bagaimana kita bisa mencegah penyelundupan di Bea Cukai. Tapi masukan-masukan itu datangnya tidak harus dari tim akademsi saja, semua pihak dapat mengajukan saran.

Saat ini Apindo sudah mempunyai rencana-rencana kedepan yang akan disampaikan di seluruh kalangan usaha dan SP. Perencanaan itu termasuk pada daftar prioritas beserta alasannya dan apa saja yang sudah dilakuan oleh pengusaha dalam beberapa tahun terakhir. “UU pajak ini sudah dua tahun kami bahas, begitu juga dengan UU investasi. Kita perlu melihat persoalan ini lebih jernih,” Sofyan menekankan.

Suryadi Sasmita, Wakil Sekjen Apindo menginformasikan, terhitung mulai bulan awal tahun ini sampai Mei 2006, 250 dari seribu toko dan retailer milik jaringannya terpaksa ditutup karena tidak sanggup lagi memikul biaya tinggi.

No comments: